Find Us On Social Media :

Tak Tahan Lihat Putrinya Menderita Karena Kanker, Dokter Wanita Pilih Habisi Nyawa Buah Hatinya Sendiri

Ilustrasi pembunuhan dan penyiksaan.

Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega

Gridhot.ID - Seorang dokter ahli bedah saraf ternama di Belgia, baru-baru ini membuat publik geram.

Pasalnya, ia tega mencekik putrinya yang menderita kanker dengan kantong plastik hingga tewas

Melansir dari Mirror, Mehrnaz Didgar (51) membunuh putrinya yang berusia 14 tahun, Eline.

Baca Juga: Tanggapi Kasus Ancaman Pembunuhan Terhadap Fadli Zon, Moeldoko: Suka Ngarang Beliau Itu!

Pengadilan di Leuven, sebuah kota di provinsi Belgia memberi hukuman lima tahun penjara untuk Mehrnaz Didgar.

Mehrnaz Didgar juga diperintahkan untuk mencari bantuan psikologis.

Hakim Peter Hartoch menyebut persidangan kali ini terberat dan paling sulit dalam karirnya. 

Baca Juga: Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Bocorkan Alasan 4 Tokoh Nasional Jadi Target Pembunuhan 22 Mei

Tetapi, hakim mengatakan ada cukup alasan untuk bersikap lunak, lantaran terdakwa tak memiliki catatan kriminal dan memiliki rasa bersalah yang besar. 

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah merekomendasikan hukuman 26 tahun penjara.

Sementara pengacara Mehrnaz Didgar, Jef Vermassen memohon hukuman kliennya ditangguhkan.

Baca Juga: Minta Usut Tuntas Rencana Pembunuhan 4 Tokoh Nasional, Akademisi: Tepat Jika Polisi Panggil Amien Rais!

"Pembunuhan anak adalah satu-satunya kejahatan yang dilakukan karena cinta," ujar Jef Vermassen.

Diketahui, Eline terkena kanker tiroid sejak ia berusia tujuh tahun dan dilaporkan sangat membebani hidupnya.

Tak hanya Eline, sang ibu Mehrnaz Didgar pun merasa tertekan terkait kanker yang diderita putrinya.

Baca Juga: Caleg di Sragen Tewas Dibunuh oleh Seorang Dosen Wanita, Pelaku Masukkan Racun Tikus dalam Kapsul Obat Diare Korban

Dalam pembunuhan tersebut, Mehrnaz Didgar membawa pulang obat dari rumah sakit tempatnya bekerja, Universitas Leuven.

Obat itu kemudian Mehrnaz Didgar gunakan untuk obat Eline.

Setelah itu, Mehrnaz Didgar mencekik Eline dengan kantong plastik di atas mulut dan hidungnya selama lima belas menit. 

Baca Juga: 3 Tahun Berlalu, Sosok Suami Wayan Mirna Salihin Hilang Bak Ditelan Bumi Pasca Istrinya Tewas Diracun Kopi Jessica Wongso

Setelah membunuh putrinya, Mehrnaz Didgar menelepon temannya dan memberi tahu apa yang telah ia lakukan.

Saat itu juga, teman Mehrnaz Didgar menghubungi polisi untuk melaporkan pembunuhan tersebut.

Namun, Mehrnaz Didgar justru melarikan diri dengan mobil BMW miliknya. 

Baca Juga: Jadi Satu-satunya Korban Tewas dalam Insiden Penembakan di SMA Colorado, Kendrick Castillo Relakan Nyawa Demi Lindungi Teman Sekelas

Satu jam kemudian, mobil BMW yang dikendarai Mehrnaz Didgar terlihat di tepi jalan dengan kondisi ban kempes.

Mehrnaz Didgar berlari menuju sebuah jembatan dan ingin mencoba bunuh diri setelah membunuh putrinya.

"Saya ke jembatan karena saya ingin mati," ucap Mehrnaz Didgar dihadapan polisi.

Baca Juga: Seorang Nenek 69 Tahun Tembak Kepala Suaminya Hingga Tewas Karena Kecanduan Nonton Film Porno

Mehrnaz Didgar sendiri mengakui telah membunuh putrinya pada persidangan pertama.

Dalam persidangan, Mehrnaz Didgar mengklaim putrinya mengatakan kepadanya berkali-kali bahwa ia ingin mati. 

"Dia berkata 'mengapa kita menunggu kematian? Saya ingin mati sekarang," ujar Mehrnaz Didgar.

Baca Juga: Asyik Main HP Sampai Lupa Tinggalkan Anaknya dalam Mobil Hingga Tewas, Sang Ayah Justru Minta Ganti Rugi Pihak Sekolah

"Aku kosong, tak bernyawa. Aku minum obat yang sering aku terima untuk pasien. Aku percaya kita berdua harus mati, semuanya baik-baik saja," ucap Mehrnaz Didgar meniru ucapan sang anak.

Sementara ayah Eline, Steven Pans mengatakan jika putrinya mulai mengatasi kanker dengan lebih baik seiring bertambahnya usia. 

Steven Pans juga mengklaim jika Eline tidak pernah menunjukkan tanda-tanda ingin mati, bahkan saat ia sedang kesakitan.

Baca Juga: Duda Tewas Dikeroyok di Jembatan Gadang Kota Malang, Salah Satu Pelaku Masih Berusia 15 Tahun

Kini, Mehrnaz Didgar menyesal telah membunuh putrinya, meskipun dengan alasan ingin menyelamatkan Eline dari penderitaan. 

"Jika saya bisa memutar balik waktu, ini tidak akan terjadi. Sejak awal, saya sangat benci disebut sebagai pembunuh. Saya bisa merasakan sakit yang ia rasakan." kata Mehrnaz Didgar. 

(*)