Gridhot.ID - Kasus yang menjerat instansi KPI Pusat memang masih menjadi perhatian masyarakat.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, hal ini bermula dari pengakuan salah satu pegawai KPI Pusat yang mengalami bullying dan pelecehan seksual di kantornya.
Bullying tersebut dilaporkan dialami korban selama bertahun-tahun, hingga akhirnya kini korban membawa kasus ini ke meja hijau.
Kini dikutip Gridhot dari Grid.ID, kuasa hukum terduga korban pelecehan seksual di KPI Pusat yang berinisial MS, Muhammad Mu'alimin menanggapi pernyataan para terduga pelapor yang mengatakan bahwa masalah ini cenderung mengada-ada.
Muhammad Mu'alimin mengatakan, pernyataan dari terduga pelaku atas perkara dugaan pelecehan seksual tersebut dinilai keterlaluan.
Pasalnya, terduga korban pelecehan seksual di KPI Pusat benar-benar mengalami trauma.
"Itu keterlaluan orang pelaku melakukan itu bilangnya bercandaan padahal korban merasa itu bukan bercanda bahkan itu menghancurkan psikis dia masa begitu bercanda."
"Itu keterlaluan kalau dalihnya atau alasannya seperti itu," kata Mu'alimin dikutip dari Tribunnews, Selasa (7/9/2021).
Padahal kata Mu'alimin, kliennya berharap seharusnya yang dilakukan oleh terduga pelaku adalah meminta maaf melalui jalur pribadi, bukan malah melontarkan pernyataan tersebut.
Menyebut masalah ini mengada-ada, kata dia, MS makin kecewa dengan para terduga pelaku.
"Padahal MS ini berharap pelaku ini ada itikad baik untuk menggunakan jalur pribadi minta maaf walaupun proses hukum tetap lanjut. Terakhir MS makin kecewa atas jawaban mereka seperti itu," tukasnya.
Kuasa Hukum MS pun berencana mendatangi kantor Komnas HAM pada Selasa (7/9/2021) siang ini pukul 14.00 WIB.
Pengacara akan memberikan keterangan ke Komnas HAM seputar perundungan dan pelecehan seksual yang dialami kliennya selama bekerja di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Anggota tim kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin mengatakan, semula MS dijadwalkan untuk hadir langsung ke Komnas HAM hari ini.
Namun MS belum bisa hadir sehingga diwakili oleh kuasa hukumnya.
"MS belum bisa ikut secara fisik dalam memenuhi undangan Komnas HAM mengingat kondisi psikis dan mentalnya yang belum siap."
"MS sedang drop dan istirahat. Jadi, MS diwakili Kuasa Hukum Rony E. Hutahaean," kata Mualimin, dikutip Kompas.com.
Komnas HAM sebenarnya telah mengundang MS untuk datang memberi keterangan pada Kamis dan Jumat pekan lalu.
Namun, MS tak bisa hadir karena kelelahan setelah menjalani pemeriksaan di Polres Jakarta Pusat.
Pada Senin kemarin, MS juga tak bisa hadir karena menjalani pemeriksaan psikis di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Terduga Pelaku Pelecehan di KPI Pusat Mengaku Mengalami Trauma
Sebelumnya, kuasa hukum terlapor atau terduga pelaku RT dan EO, Tegar Putuhena menyebut, kliennya saat ini mengalami trauma psikis akibat datanya tersebar.
Menurut Tegar, tindakan MS sangat bertolak belakang dan pengakuan itu dilakukan secara sepihak.
"Pertama saya ingin jelaskan bahwa klien kami masih menjalani pemeriksaan dari siang tadi dan sekarang masih berlangsung kawan ada beberapa pertanyaan tambahan."
"Adapun pengakuan melalui surat terbuka yang diduga dibuat MS sangat bertolak belakang dengan fakta yang ada," kata Tegar Putuhena di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).
Tegar menegaskan, kliennya membantah melakukan perundungan terhadap MS pada 2015 silam.
Menurutnya, MS dan kelima terlapor kerap bercanda layaknya rekan kantor pada umumnya. Hal itu biasa terjadi sejak perkenalan korban dengan para terlapor.
"Selama pemeriksaan, penyidik fokus untuk mendalami soal kejadian di tahun 2015 dan sejauh ini menurut klien kami bahwa peristiwa itu sama sekali tidak ada."
"Karena sudah terlanjur viral, klien kami meluruskan bahwa tidak ada peristiwa itu dan tidak didukung oleh bukti apapun," jelas Tegar.
Tegar menambahkan, menyayangkan bahwa dugaan pelecehan seksual dan perundungan terhadap MS hanya berasal dari satu sumber informasi tanpa melakukan kroscek terlebih dahulu.
Akibatnya, kliennya mengalami perundungan di media sosial yang juga menyasar ke pihak keluarga, hingga anak-anak dari terlapor.
"Akibat rilis MS, identitas pribadi klien kami ikut tersebar dan dibully di medsos, malah terjadi cyber bullying."
"Selain itu, klien kami mengalami trauma psikis akibat keluarga dan anaknya ikut merasakan dampak dari pernyataan MS," pungkas Tegar.
(*)