Find Us On Social Media :

Tim Forensik Tak Berhak Menyimpulkan, Susno Duadji Kecam Pernyataan Dokter Gabungan Soal Luka-luka di Tubuh Brigadir J, Mantan Kabareskrim Polri Justru Soroti Ancaman Hukuman Mati Ferdy Sambo

Komentari Ferdy Sambo yang jadi tersangka, Susno Duadji ungkap pertama kalinya jenderal polisi terancam hukuman mati, khawatirkan Bharada E diracun.

GridHot.ID - Tim dokter forensik akhirnya mengumumkan hasil autopsi ulang jenazah Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J setelah hampir satu bulan.

Sebagaimana diketahui dari Kompas.com, Brigadir J tewas setelah ditembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Pihak keluarga sebelumnya curiga sempat terjadi penganiayaan lantaran banyak luka janggal di tubuh Yosua.

Akhirnya, pada 27 Juli 2022, dilakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Bahar, Jambi.

Proses autopsi kedua itu ditangani oleh tim dokter gabungan yang terdiri dari Persatuan Kedokteran Forensik Indonesia (PDFI).

Hasil autopsi kedua telah disampaikan oleh Ketua tim dokter forensik Ade Firmansyah, Selasa (22/8/2022).

Ade Firmansyah mengatakan, tidak ada luka-luka akibat kekerasan senjata api.

“Kita bisa pastikan dengan keilmuan forensik sebaik-baiknya bahwa tidak ada tanda-tanda selain kekerasa senjata api” ujarnya dilansir dari KompasTV, Rabu (23/8/2022).

Pernyataan itu pun kemudian disoroti oleh Mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji.

Ia mengatakan, seharusnya tim forensik tidak menyimpulkan soal ada atau tidaknya penganiayaan terhadap Brigadir J.

Sebab, kata dia, hal itu merupakan ranah penyidik.

 Baca Juga: Putranyanya yang Meninggal Secara Tragis di Tangan Ferdy Sambo Diwisuda dari Universitas Terbuka, Ayah Brigadir J Wakili Mendiang Putranya ke Jakarta: Anak Kami Sarjana!

Selain itu, Susno Duadji juga menyinggung soal pernyataan luka karena senjata tajam.

Apakah luka itu karena tembakan, atau karena senjata tajam yang dipukulkan kepada Brigadir J.

Meski begitu, menurut dia, hasil autopsi tidak akan mengurangi hukuman pada Ferdy Sambo.

“Ada bahasa yang mengatakan kesimpulan tidak ada tanda penganiayaan. Nah itu semestinya tidak sampai situ, karena dia kan bukan ahli hukum. Kalau visum itu cukup ada luka berapa, luka ini luka tembak. Yang menentukan ada tidaknya penganiayaan itu adalah penyidik,” tutur Susno Duadji dilansir dari KompasTV, Rabu (23/8/2022).

Seharusnya, kata dia, tim forensik hanya menjelaskan luka apa saja yang ada pada tubuh jenazah Brigadir J.

“Kalau misal dia mengatakan korban ini meninggal karena luka tembak di kepala, itu memang tugas dia sebagai dokter forensik. Tapi kalau sudah masuk ini penganiayaan atau bukan, jangan. Cukup ini luka tembak, luka benda tumpul,” jelasnya lagi.

Tak hanya itu, ia juga mengatakan kalau tim forensik seharusnya menjelaskan luka yang dimaksud.

“Soal luka dia harusnya jelaskan luka ini karena peluru, kalau luka karena senjata api bisa saja tidak ditembak tapi senjata api itu kan cukup keras, cukup berat pistol itu,” katanya lagi.

Sebab menurut dia, pistol yang dipukulkan ke kepala juga bisa menimbulkan luka memar.

“Jadi harus jelas, senjata api itu kan bisa dipukul pakai senjata api, bisa ditembak kemudian pelurunya kena proyektil yang masuk, jadi supaya tidak multi tafsir,” tambahnya.

 Baca Juga: Sempat 'Nakal' di Awal Kasus, Komnas HAM Akan Hentikan Investigasi Kematian Brigadir J, Ahmad Taufan Damanik Ungkap Alasannya

Ia pun mengajak publik untuk menghormati apapun hasil visum yang disampaikan oleh tim forensik.

“Jadi apapun juga kita hormati dan artinya visum ini belum keluar atau sudah keluar duluan kita enggak tahu, tapi penyidik sudah menyerahkan berkas, artinya penyidik yakin dengan 340 itu sudah terbukti,” bebernya.

Meski hasil autopsi tidak memuaskan ekspektasi publik, kata Susno Duadji, hal itu nyatanya tidak mengurangi hukuman terhadap Ferdy Sambo.

Jadi pasal yang dituduhkan adalah 340, itu pasal yang diancam dengan hukuman mati. Ada atau tidak luka lain itu tidak masalah,” ungkapnya.

Sebab, kata dia, para tersangka sudah mengakui menembak, merencanakan, dan menembak dari jarak dekat.

“Ya kalau hukuman mati pun sudah bisa dijatuhi, ada atau tidak ada goresan no problem, tetap aja hukumannya mati kok, seringan-ringannya dia hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara,” jelasnya.

Untuk itu, kata dia, berapapun jumlah goresan yang ada di tubuh korban tidak akan berpengaruh apapun, kecuali para tersangka saat pemeriksaan tidak mengaku.

“Ini kan sebelum visum keluar sudah ngaku. Hukumannya gak akan jadi 3 bulan kok. Tetap hukuman mati. Insya Allah, Allah memberikan yang terbaik,” tandasnya.

Melansir Tribunnewsbogor.com, senada dengan Susno Duadji, Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan juga menyebut bahwa Ferdy Sambo tetap terancam hukuman mati.

“Karena ini para tersangka sudah mengakui, didukung alat bukti, saksi sudah mengatakan turut serta itu. Terdakwanya nanti mengakui, memberi keterangan, sudah mengakui ya sudah mau ngapain lagi?,” jelasnya.

Ia juga menyebut, jalannya sidang soal kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sangat mudah.

 Baca Juga: Bripka RR Bertugas Jaga Rumah Mewah Ferdy Sambo di Magelang, Sempat Tanya Masalah Suplemen untuk Anak Putri Candrawathi, Tetangga: Dia Tidak Pernah Menceritakan Kalau Seorang Polisi

“Di persidangan itu tidak akan dicari yang lain, hanya 340 kalau tidak terbukti 338. Tapi kayanya terbukti 340,” ujarnya.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa soal motif pembunuhan tidak akan dipersoalkan di persidangan.

“Di persidangan yang dibahas adalah unsur, apakah 340 terbukti atau tidak. Jangan tanya yang lain,” kata dia.

Ia pun mengatakan bahwa dirinya akan turun langsung jika hakim yang menanganinya malah melebar ke hal lain.

“Yang penting tinggal ketua majelisnya memimpin persidangan, jangan terbawa alur permainan. Jadi pertanyaannya dibawa ke unsur itu. Pokoknya kalau hakimnya macem-macem, saya turun gelandang loh,” bebernya.

(*)