Find Us On Social Media :

Aturan Outsourcing di Perppu Jokowi Bikin Geger, Pengusaha Pastikan Karwayan Tetap Dibayar Sesuai UMR dan Ikut Jaminan Sosial Apapun: Ini Bukan Lagi Cari Pekerja Murah!

Ilustrasi buruh pabrik

Gridhot.ID - Sedang geger terkait aturan Outsourcing dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.

Para pekerja nampak fokus dalam aturan ketenagakerjaan mengenai tenaga alih daya atau Outsourcing.

Dikutip Gridhot dari Tribunnews, Kementerian Ketenaga Kerjaan, Kemnaker mengungkapkan kalau Perppu Cipta Kerja justru mengatur urusan Outsourcing.

Kementerian Ketenagakerjaan melalui akun Instagram @kemnaker menjelaskan pertanyaan tersebut.

"Perppu Cipta Kerja tidak mengatur batasan jenis pekerjaan alih daya atau outsourcing?" tulis keterangan di postingan tersebut.

Perppu Cipta Kerja justru mengatur ketentuan alih daya yakni dibatasi hanya dapat dilakukan untuk sebagian pelaksanaan pekerjaan.

Kemnaker juga memastikan dalam aturan tersebut uang pesanganon tetap ada dan tidak ada perubahan sistem pengupahan.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, aturan ini menjadi pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Alasan pemerintah, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

Dibanding regulasi lain di UU Omnibus Law, aturan ketenagakerjaan jadi yang paling kontroversial lantaran menyangkut hajat hidup jutaan pekerja di Indonesia.

Baca Juga: Ingat-ingat Kembali, Seringkah Kamu Bermimpi Pertanda Dipilih Khodam Leluhur Ini?

Salah satu pasal yang diprotes serikat pekerja adalah pengaturan outsourcing atau tenaga alih daya. Ketentuan outsourcing diperbarui Presiden Jokowi di UU Cipta Kerja.

Sesuai Pasal 64 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.

Selanjutnya, pemerintah akan menetapkan jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan tersebut melalui peraturan pemerintah.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berpendapat, adanya kewenangan untuk menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan melalui penerbitan PP berarti membuka ruang bagi pemerintah untuk merevisi aturan sebelumnya tentang pekerjaan alih daya.

Hal ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja dan pengusaha.

”Jika pemerintah tidak ingin substansi aturan pekerjaan alih daya kembali seperti UU No 13/2003, konsekuensinya adalah ada peluang pekerjaan inti bisa dialihdayakan. Apabila ini terjadi, akan muncul diskriminasi di tempat kerja,” kata Timboel dilansir dari Harian Kompas, Minggu (8/1/2023).

Sejauh ini, banyak serikat buruh menolak substansi Perppu No 2/2022. Mengenai pekerjaan alih daya, para serikat pekerja menyatakan seharusnya pemerintah menegaskan jenis dan jumlah pekerjaan yang boleh dialihdayakan dan yang tidak. Seperti diketahui, ketentuan alih daya dalam UU No 13/2003 terletak pada Pasal 64, 65, dan 66.

Pada Pasal 64 UU No 13/2003 disebutkan, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Kemudian, sesuai Pasal 65 Ayat (2) UU No 13/2003, pekerjaan yang dapat dialihdayakan harus memenuhi empat syarat. Pertama, dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.

Kedua, dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. Ketiga, merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan. Keempat, tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Lalu, sesuai Pasal 66 Ayat (1) UU No 13/2003, pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Baca Juga: Sering Merasa Takut Jika di Tempat Keramat, Berikut Ini Adalah Ciri-ciri Orang Dinaungi Khodam Leluhur Tingkat Tinggi Energi Negatif, Sifatnya Cenderung Brutal dan Kasar

Kegiatan tersebut meliputi pelayanan kebersihan, penyediaan makanan, usaha tenaga pengaman, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta penyediaan angkutan pekerja.

Versi pengusaha

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, terdapat perubahan terkait aturan pekerja alih daya dalam Perppu Cipta Kerja.

Perppu Cipta Kerja menyebut perusahaan dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian alih daya.

Anggota Komite Regulasi dan Hubungan Kelembagaan Apindo Susanto Haryono mengatakan, hal yang substantif dari aturan alih daya adalah bagaimana perusahaan alih daya atau bukan, tetap patuh pada auran pemerintah untuk perlindungan tenaga kerja.

"Jadi kalau wajib dibayar sesuai upah minimum, kontrak dibatasi berapa tahun atau pengaturan wajib ikut jaminan sosial apapun, pengusaha alih daya tetap wajib memenuhi hal itu, sehingga tidak ada pembedaan kalau pekerja alih daya maka pengaturannya demikian," kata dia dalam konferensi pers.

Menurut Susanto dalam era industri 4.0 ini, tenaga kerja outsourcing sangat dibutuhkan. Hal ini mengingat semakin banyak kompetensi pekerja yang dibutuhkan seiring dengan berkurangnya jenis-jenis pekerjaan tertentu.

Pasalnya, beberapa jenis pekerjaan yang sebelumnya tidak familiar ditemuakan tiba-tiba menjadi sebuah kebutuhan baru di perusahaan.

"Outsourcing ini bukan lagi untuk mencari pekerja murah, tetapi untuk mencari pekerja yang terampil," tegas dia.

Dengan begitu, perusahaan dapat tetap berkelanjutan dan tetap efisien di dalam menjalankan bisnisnya.

Sebelumnya, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan terdapat batasan jenis kegiatan yang dapat dikerjakan oleh pekerja alih daya (outsourcing).

Baca Juga: Hati-hati Kalau Berucap karena Bisa Jadi Nyata, 5 Weton Ini Berpotensi Menjadi Si Pahit Lidah Lantaran Dijaga oleh Khodam Sabdo Dadi

Pekerja alih daya tidak diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan pokok atau berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerja alih daya hanya diperkenankan untuk mengerjakan kegiatan penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

"Alih daya (outsourcing) berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja. Pembatasan lingkup kerja yang dapat dialihkan kepada perusahaan lain tidak relevan lagi, sebab dalam era revolusi industri 4.0 terdapat pekerjaan baru yang belum tentu setiap perusahaan memiliki ketrampilan tersebut," urai dia.

Untuk itu, Susanto menekankan, paradigma pekerja outsourcing perlu dipandang sebagai pekerja terampil, bukan untuk pekerja murah.

(*)