GridHot.ID - Gerakan bawah tanah Ferdy Sambo kembali dibahas usai sang eks Kadiv Propam divonis hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Melansir TribunnewsBogor.com, Indonesia Police Watch (IPW) menyebut gerakan bawah tanah Ferdy Sambo telah masuk ke kejaksaan.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santosa, menilai ada celah dalam kontruksi putusan hakim yang bisa menjadi peluang perlawanan Ferdy Sambo.
"Tentu yah (ada celah), keputusan hakim harus membuat hal yang lengkap. Harusnya ada yang meringankan, ini justru tidak ada," kata Sugeng Teguh Santoso dalam Tribun Talks di Youtube Tribunnews Bogor.
Sugeng menilai dalam vonis putusan, pembuktian Ferdy Sambo bersalah memang tidak bisa dibantahkan.
Namun terkait pemberian sanksi, masih berpeluang berubah di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
"Masih bisa dikoreksi oleh pengadilan yang berada di atasnya," kata Sugeng.
Sugeng menilai seharusnya prestasi Ferdy Sambo selama menjabat di Polri bisa masuk dalam hal meringankan putusan vonis hakim.
Dengan divonis Ferdy Sambo hukuman mati, Sugeng mengimbau agar Polri waspada terhadap gerakan bawah tanah.
Pasalnya menurut Sugeng, sebelum vonis jatuh sudah ada gerakan yang dilancarkan untuk mempengaruhi putusan hakim.
"Terbukti yah ada satu gelombang serangan balik melalui informasi ke ruang ublik terkait pelanggaran oleh perwira tinggi lainnya, konsorsium, judi, ada juga suap tambang dan perkara dugaan praktik suap dalam penanganan perkara laporan penggalapan jam tangan Richard Mille, itu bagian data yang dibocorkan diduga pihak Sambo. Data tersebut data berada di tangan Sambo," kata Sugeng.
Pun ketika vonis hukuman mati ini dijatuhkan, menurut Sugeng, Sambo berpotensi kembali melancarkan serangan balik.
"Apakah itu berlanjut? Proses itu ada. Kalau Sambo kecewa, ia merasa kawannya atau institusi tidak mengesankan memberi bantuan, dia bisa meradang," kata Sugeng.
Sugeng menyebut Menkopolhukam Mahfud MD pernah menyebut ada gerakan bawah tanah yang dilancarkan Ferdy Sambo.
Ia menilai, gerakan yang dimaksud Mahfud MD sudah berhasil masuk ke kejaksaan.
"IPW menyampaikan gerakan itu berhasil, masuk ke kejaksaan meski sudah dibantah," kata Sugeng.
Hal itu dibuktikan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Ferdy Sambo hukuman seumur hidup.
"Postur tuntutan jaksa ke Sambo itu tergambar, bahwa gerakan tersebut masuk. Tujuan dari upaya tersebut dalam tanda kutip mengupayakan agar Sambo tidak dengan hukuman maksimal," katanya.
Dalam tuntutan, kata Sugeng, jaksa mengosong hal meringankan untuk Ferdy Sambo agar diisi hakim.
Namun pada kenyataannya, masih kata Sugeng, hakim justru menjatuhkan hukuman maksimal yakni hukuman mati tanpa memasukkan hal meringankan untuk Ferdy Sambo.
"Jadi putusan ini putusan yang mengikuti suara publik, karena publik begitu marah," kata Sugeng.
Walau begitu, Sugeng tak bisa menyebutkan siapa sosok yang di balik serangan bawah tanah Ferdy Sambo.
"Saya tidak bisa sebutkan yah, bisa diduga, gerakan ini dari satu pihak yang tidak mengingankan Sambo dihukum mati," katanya.
Sebelumnya, dilansir dari artikel Kompas.com yang tayang 25 Januari 2023, Polri buka suara terhadap isu "gerakan bawah tanah" untuk memengaruhi putusan atau vonis terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menegaskan, kasus itu sudah di luar wewenang Polri.
"Saya rasa tahap itu sudah bukan proses penyidikan lagi, bukan ranah tugas Polri lagi, karena tugas Polri sudah lewat dan saat ini proses ada di pengadilan," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Ramadhan pun menekankan kasus tersebut tidak ada lagi kaitannya dengan penyidik Polri.
"Saya rasa kita sudah lewati tahap penyidikan, bukan merupakan kewenangan dari penyidik Polri lagi," tekannya.
Adapun isu gerakan bawah tanah itu awalnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Diketahui, Ferdy Sambo menjadi terdakwa bersama dengan istrinya, Putri Candrawathi, dua ajudannya Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR, dan satu orang asisten rumah tangga (ART)-nya bernama Kuat Ma'ruf.
Mahfud MD menyebutkan bahwa gerakan itu sebagai gerilya. Ada yang meminta Ferdy Sambo dihukum, ada juga yang meminta eks Kadiv Propam itu dibebaskan.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujar Mahfud.
Mahfud menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh. Meskipun ia juga mendengar bahwa yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu meminta siapapun pihak yang memiliki info terkait upaya "gerakan bawah tanah" itu untuk melapor kepadanya.
"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ucap Mahfud.
"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan "gerakan-gerakan bawah tanah" itu," tegasnya. (*)