Laporan Wartawan Gridhot.ID, Candra Mega
Gridhot.ID - Komisi III DPR RI menetapkan Firli Bahuri menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Keputusan tersebut diambil setelah rapat antar ketua kelompok fraksi di Komisi III DPR, Jumat (13/9/2019) dini hari.
Sementara, empat Wakil Ketua KPK adalah Nawawi Pamolango, Lili Pintouli Siregar, Nurul Ghufron, dan Alexander Marwata.
Nama Firli Bahuri sebelumnya menuai banyak kontroversi karena mendapat penolakan dari sejumlah pihak, termasuk dari internal KPK.
Dikutip dari Kompas, KPK bahkan menyatakan Firli merupakan mantan Deputi Penindakan KPK yang telah melakukan pelanggaran etik berat.
Menurut Penasehat KPK Muhammad Tsani Annafari, Firli melakukan pelanggaran hukum berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
"Musyawarah itu perlu kami sampaikan. Hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).
Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan tiga peristiwa.
Pertama, pertemuan Firli dengan Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2018.
Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.
Ketiga, Firli pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Sementara sehari setelah DPR memilih lima orang menjadi komisioner KPK periode 2019-2023,Saut Situmorang mundur sebagai pimpinan KPK.
Penatapan Firli Bahuri menjadi Ketua KPK periode 2019-2023 dianggap Pengamat politik Syamsuddin Haris sebagai pelengkap skenario pelumpuhan KPK.
"Lengkap sdh skenario pelumpuhan @KPK_RI," kata peneliti senior Lembaga Ilmu Pendidikan Indonesia (LIPI) lewat akun Twitternya @Sy_haris, Jumat (13/9/2019).
Kata Haris, Presiden Jokowi memberi jalan untuk DPR RI mengangkat Ketua KPK yang cacat integritas.
"Pak @jokowi membiarkan capim yang diduga cacat integritas lolos ke DPR, bahkan kemudian dipilih sebagai Ketua KPK," kata Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik Indonesia itu.
Saat bersamaan jelas Haris, Presiden Jokowi juga sudah memberikan jalan untuk DPR RI melemahkan KPK.
"Pada saat bersamaan Presiden setuju mbahas usul revisi UU KPK dari DPR,"terang Haris.
Haris menyayangkan eksekutif dan legislatif yang bersekongkol untuk tidak mendengarkan aspirasi rakyat.
"Mereka lupa, di atas Presiden & DPR ada rakyat yg berdaulat," tandasnya.
(*)