Begitu Hemsi keluar dari tahanan pada Mei 2018, kebun kelapa sawitnya sudah dipagari oleh perusahaan.
Pada Desember 2018, dia kembali dituduh mencuri tandan buah kelapa sawit dari lahan yang dia yakini sebagai miliknya.
Konflik lahan yang dialami oleh Hemsi, anggota kelompok taninya, dan warga-warga desa yang hidup bersebelahan dengan perusahaan perkebunan maupun pemegang HGU mungkin bukan yang pertama terjadi di Indonesia, dan mungkin bukan yang terakhir pula.
Baca Juga: Dengar Guyonan Surya Paloh, Wiranto Dikabarkan Tertawa Lepas, Sudah Sembuh?
Oleh karena itu, Hemsi berusaha menempuh berbagai jalan untuk menyelesaikan konflik lahan demi masa depan keluarganya.
Pada Mei 2018, sesaat keluar dari penjara, Hemsi sempat ke Jakarta dan bersama pegiat Walhi untuk mengadukan konflik lahan yang dia hadapi ke Kantor Staf Presiden (KSP).
Tenaga Ahli Utama KSP Abetnego Tarigan menerima mereka, dan menyatakan siap membantu melakukan negosiasi dengan perusahaan.
Saat itu, Hemsi juga menyampaikan aduan serupa ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komnas HAM, PT Mamuang, Propam Mabes Polri, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dia juga menyambangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meminta bukti HGU PT Mamuang.
Dalam upayanya kali ini, Hemsi menyampaikan pengaduan kepada pemberi dana atau pemegang saham induk perusahaan yang berkonflik dengannya.
Stakeholder and Engagement Manager ABN-AMRO Wijbrand Fabius menerima pengaduannya.