Ia berangkat ke hutan Pulau Lubang untuk menemukan Letnan Onoda.
Hingga pada 20 Februari 1974, mereka berdua akhirnya bertemu di sebuah hutan di Pulau Lubang.
Dari Suzuki, Onoda tahu tahu bahwa negaranya benar-benar mengkhawatirkannya.
Tapi dengan tegas ia menolak untuk menyerah kecuali ada perintah dari atasannya langsung.
Suzuki kembali ke Jepang. Dengan bantuan salah seorang koleganya, ia mencari atasan Onoda, Mayor Yoshimi Taniguchi, yang sekarang telah menjadi laki sepuh-sepuh penunggu sebuah toko buku.
Pada 9 Maret 1974 Taniguchi terbang ke Lubang dan secara resmi membebasakan Onoda dari tugasnya. Itu 29 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II.
“Bocah aneh ini, Suzuki, datang ke pulau untuk mendengarkan perasaan seorang tentara Jepang. Suzuki bertanya kenapa saya tidak mau keluar. Saya bilang, jika perang berakhir dan saya menerima perintah untuk menghentikan perang, maka saya akan keluar. Jadi, Suzuki membawa komandan saya ke Lubang untuk membujuk supaya saya mau menyerah,” kenang Onoda.
Tiga hari kemudian, Onoda menyerahkan pedangnya kepada Presiden Filipina Ferdinand Marcos, dan menerima pengampunan atas perbuatannya selama puluhan tahun sebelumnya.
(Menurut catatan pemerintah, aksi Onoda telah menewaskan 30 orang).
Ia kemudian kembali ke Jepang dan disambut laiknya pahlawan.
Namun ia memutuskan untuk pindah ke Brasil dan menjadi peternak sapi di sana. Setelah satu dekade, ia kembali ke Jepang dan membentuk kelompok sekolah yang mengajarkan cara bertahan hidup kepada anak-anak.
Sementara itu, si petualang Suzuki, tak lama setelah menemukan Onoda, berhasil menemukan panda, yang diidam-idamkannya, di alam liar.
Tapi nasibnya naas, ia meninggal setelah terbawa longsoran salju di pegunungan Himalaya pada 1986, dalam misi menemukan manusia salju.
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Hiroo Onoda, Tentara Jepang yang 29 Tahun Bergerilya di Hutan Seorang Diri karena Menolak Menyerah pada Sekutu.
(*)
Source | : | intisari |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar