Dan, betapa badungnya saya, dalam setahun, saya pindah sekolah tiga kali. Pernah di SMA 11, SMA 6, dan SMA 24.
Oh, akhirnya saya bisa juga lulus dari SMA. Kemudian saya melanjutkan ke Universitas Trisakti, jurusan Arsitektur Pertamanan. Kalau tidak salah tahun 1971, atau 1972.
Sultan datang sendiri
Pada saat saya kuliah itu datang lamaran dari Bendoro Raden Mas Herjuno Darpito. Waktu itu ia adalah seorang pangeran dari Keraton Yogyakarta, putra tertua Sultan Hamengku Buwono IX.
Tapi, wah, saya masih ingin sekolah. Untunglah, di Keraton Yogyakarta tidak bisa sembarang saat melangsungkan pernikahan.
Biasanya harus ada sejumlah pasangan dulu, putera-puteri Sultan, yang kemudian dinikahkan bersama-sama.
Jumlah pasangan harus genap, dua pasang atau empat pasang, dan seterusnya. Tapi tidak boleh ganjil.
Dan pernikahan itu pun tergantung dari perkenan Ngerso Dalem (sebutan hormat untuk sultan atau raja yang waktu itu adalah Sultan Hamengku Buwono IX, Red) kapan pelaksanaannya.
Yang datang melamarkan adalah Sultan Hamengku Buwono IX sendiri. Kami, saat itu sudah pindah rumah dari Kebayoran ke kawasan Cipete, betul-betul terperanjat.