Yuni optimis bahwa warga akan memahami bahwa orang yang tengah dikarantina tidak hanya diawasi oleh tenaga kesehatan.
Tetapi juga perlu diawasi oleh seluruh komponen masyarakat.
"Apabila mereka sudah bisa melakukan ini dengan komitmen, insyaallah kita bisa membuat masyarakat memahami bahwa pelaku perjalanan ini perlu dikarantina 14 hari dengan diawasi seluruh komponen masyarakat," ujar Yuni.
Tak ketinggalan, untuk mencegah apabila didapati ada warganya yang tidak patuh melakukan karantina, Yuni sudah bekerja sama dengan TNI dan Polri untuk ikut mengawasi.
"Kami minta bantuan TNI dan Polri," kata Yuni.
Yuni juga menceritakan bahwa kasus serupa pernah terjadi.
"Seperti pernah kejadian saah satu warga kami dengan status ODP," kata Yuni.
Saat hendak dicek kesehatannya, rupanya pasien tersebut sudah kabur.
"Dia pagi dicari untuk kita cek kesehatannya, ternyata sudah keluar dari rumah," ujar Yuni.
Pasien tersebut rupanya takut akan stigma masyarakat terkait kasus ODP yang disandingnya.
"Dia (pasien) ngumpet karena ketakutan mendapatkan stigma sebagai ODP," tutur Yuni.
Setelah meminta bantuan TNI dan Polri, rupana pasien tersebut tengah sembunyi di rumah orangtuanya.
"Kita minta teman-teman-teman di TNI dan Polri mencari, dan ketemu. Ternyata dia sembunyi di rumah orangtuanya,"
"Akhirnya kita masukan saja ke rumah sakit untuk kita awasi," ujar Yuni.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Ogah Buat Rumah Karantina Bagi Pemudik, Bupati Sragen Ungkap Alasannya: Insyaallah Masyarakat Paham.
(*)
Source | : | Tribun Jakarta |
Penulis | : | None |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar