Unggahan di Twitter yang mengklaim seseorang berhasil membobol data Polri
Dalam situs jual beli, data tersebut dijual oleh akun yang bernama hojatking.
Untuk dapat mengakses ke aplikasi yang memiliki data yang dikatakan milik Polri tersebut, diperlukan uang sebanyak Rp 17 juta.
Sementara itu, untuk bug pada aplikasi tersebut dijual seharga Rp 28,5 juta.
"Akses ke aplikasi untuk mengakses dan mengganti data tersebut dijual seharga $1.200 USD atau setara 17 juta rupiah. untuk informasi bug pada aplikasi tersebut dijual seharga $2.000 USD atau setara 28,5 juta rupiah," tulis akun Twitter tersebut.
Namun, bagaimana hukum yang berlaku bagi para peretas?
Dilansir dari laman hukumonline.com, di Indonesia, aturan soal peretasan telah dimuat dalam Undang-Undang (UU) 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”).
Dalam konteks masalah keamanan sistem elektronik/informasi, peretas seringkali bersifat aktif atau sengaja, yang bertujuan untuk mengecoh atau bahkan merusak sistem. Meskipun akhirnya melaporkan kepada perusahaan sebagai penyelenggara sistem elektronik, namun aktivitas tersebut ilegal karena dilakukan tanpa hak. Aktivitas tersebut melawan hukum dan secara awam dikategorikan sebagai kejahatan, karena bertentangan dengan Pasal 30 jo. Pasal 46 UU ITE.
Pasal 30 UU ITE
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun.