Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, belakangan menyampaikan bahwa pemeritah akan menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor.
Sebagai informasi, Tim Pemburu Koruptor dibentuk Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004.
Melansir Kompas.com, tugas tim tersebut adalah menangkap koruptor terutama yang kabur ke luar negeri serta menyelamatkan aset negara.
Tim ini beranggotakan sejumlah instansi terkait seperti Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Pada awal dibentuk, Tim Pemburu Koruptor dipimpin oleh Basrief Arief, yang di masa kepemimpinannya berhasil membawa pulang koruptor kasus BLBI David Nusa Wijaya.
Mengutip Tribunnews.com, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan pemerintah akan menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor.
Ia menjelaskan tim tersebut nantinya beranggotakan unsur pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkumham yang akan dikoordinir langsung Kemenko Polhukam.
"Ingin saya sampaikan, kita itu punya tim pemburu koruptor. Ini mau kita aktifkan lagi. Ya anggotanya ya pimpinan Polri, pimpinan Kejaksaan Agung, pimpinan Kemenkumhan. Nanti dikoordinir dari kantor Kemenko Polhukam," kata Mahfud dalam video yang disampaikan Tim Humas Kemenko Polhukam, Rabu (8/7/2020).
Ia mengatakan bila tim pemburu koroptor ini dalam waktu dekat akan menangkap sejumlah buronan kasus korupsi yang masih berkeliaran saat ini.
"Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang, juga pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra (buronan Kejaksaan Agung)," kata Mahfud MD.
Terkait dengan payung hukum pengaktifan kembali tim tersebut, Mahfud MD menjelaskan, tim tersebut pernah dibentuk dengan Instruksi Presiden (Inpres) yang berlaku satu tahun dan belum diperpanjang kembali.
Ia pun mengatakan akan berupaya untuk memperpanjang kembali Inpres tersebut.
Dilansir dari sumber yang sama, inpres tersebut akan menjadi payung hukum terkait adanya tim pemburu koruptor.
Setelah Inpres diperpanjang, akan dikaitkan dengan instumen yang telah dimiliki oleh Kemenko Polhukam.
"Payung hukumnya pernah ada Inpresnya dulu, tapi kemudian Inpres ini 'kan waktu itu berlaku satu tahun, belum diperpanjang lagi," jelas Mahfud MD.
"Kita akan juga perpanjang dan Kemenko Polhukam sudah punya instumennya kalau itu diperpanjang langsung nyantol ke Inpres itu," imbuhnya.
Keputusan itu diungkapkan setelah Mahfud MD mengadakan pertemuan dengan sejumlah institusi terkait.
Mulai dari Kejagung, Kemenkumham, Kementerian dalam Negeri (Kemendagri), Polri, sampai Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Dalam pertemuan itu seluruh institusi merasa yakin mampu menangkap Djoko Tjandra yang sudah menjadi buron selama 11 tahun.
Rupanya, Djoko Tjandra menjadi salah satu tujuan dihidupkannya kembali tim tersebut.
Mahfud MD menyampaikan, dua institusi seperti Kejagung dan Polri juga bertekad untuk menangkap Djoko Tjandra.
Baik dengan melakukan kerja sama maupun per institusi berdasar pada kewenangan masing-masing.
Pada kesempatan itu, Mahfud MD mengatakan negara akan malu apabila tidak bisa menangkap Djoko Tjandra.
Karena dirasa Djoko Tjandra cukup mempermainkan negara dalam usaha melarikan diri soal kasus korupsinya.
Padahal Indonesia memiliki institusi seperti Polri dan Kejagung yang dinilai bisa menyelesaikan perkara ini dengan mudah.
"Dan tadi semua institusi Kejaksaan Agung dan Polri bertekad untuk mencari dan menangkapnya baik secara bersama-sama maupun menurut kewenangannya masing-masing," ungkap Mahfud MD.
"Karena bagaimanapun malu negara ini kalau dipermainkan oleh Djoko Tjandra, polisi kita yang hebat masa tidak bisa nangkap, Kejaksaan Agung yang hebat seperti itu masa tidak bisa gitu," lanjutnya.
Menurut Mahfud MD, penangkapan koruptor Djoko Tjandra bukanlah perkara yang sulit.
Seharusnya Polri maupun Kejagung bisa dengan mudah menangkap Djoko Tjandra.
Ia pun menyebutkan akan keterlaluan apabila negara tidak bisa mengamankan buronan tersebut.
"Itu 'kan sebenarnya soal sepele kalau bagi Polri maupun Kejaksaan Agung kalau mau nangkap orang yang begitu. Sehingga kalau nggak bisa keterlaluan, jadi tekadnya itu tadi," tegas Mahfud MD. (*)