Laporan Wartawan GridHot, Desy Kurniasari
GridHot.ID - Sebuah foto beredar menampilkan dua petinggi Polri yang tengah tersandung kasus red notice Djoko Tjandra.
Dalam foto tersebut, tampak Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, dan kuasa hukumnya tengah makan siang di sebuah ruangan yang diduga di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Diberitakan Tribunnews.com, foto jamuan makan siang yang dilakukan terhadap ketiga tersangka red notice Djoko Tjandra pertama kali dibagikan oleh akun Facebook Petrus Bala Pattyona II.
Dalam unggahannya itu, pria yang mengaku sebagai pengacara itu mengunggah momen foto-foto saat Kajari Jakarta Selatan menjamu ketiga tersangka saat proses pelimpahan berkas perkara tahap II.
"Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini di penyerahan berkas perkara tahap dua - istilahnya P21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya dijamu makan siang oleh kepala kejaksaan," kata Petrus sebagaimana dikutip dari akun Facebooknya.
"Jumat 16/10 tepat jam 10 para penyidik Dittipikor Bareskrim bersama tiga tersangka (Brigjen Pol. Prasetijo Utomo, Irjen Pol. Napoleon Bonaparte dan pengusaha Tommy Sumardi) dalam kaitan penghapusan red notice Joko S. Chandra tiba di Kejaksaan Negeri Jaksel," tambahnya.
Dalam unggahan itu, Petrus mengungkapkan Kajari Jakarta Selatan juga sempat meminta maaf kepada ketiga tersangka red notice saat hendak diminta memakai rompi tahanan.
"Seusai makan siang Kajari menghampiri kami dan menyerahkan baju tahanan Kejaksaan ke kedua TSK, sambil menjelaskan, mohon maaf ya jenderal, ini protap dan aturan baku sebagai tahanan kejaksaan. Kedua Tsk langsung menerima, membuka baju dinas untuk mengenakan baju tahanan, karena Pak Kajari bilang dipakai sebentar karena di loby banyak wartawan yang meliput dan ini demi kebaikan bersama," tandasnya.
Sementara itu, melansir Kompas.com, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan bahwa pemberian makan siang kepada tersangka maupun penasihat hukum dan penyidik merupakan hal yang wajar dalam pelaksanaan tahap II suatu perkara atau penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum.
"Dalam proses pelaksanaan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti, baik perkara pidana umum maupun pidana khusus jika sudah jadwalnya makan siang, maka kami akan memberikan makan siang kepada tersangka, kadang penasihat hukum dan penyidik juga diberikan makan siang," kata Hari di Jakarta, Senin (19/10/2020).
Ia menanggapi beredarnya foto Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, dan pengacara makan di sebuah ruangan yang diduga di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam foto tersebut, tidak terlihat Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna sedang makan bersama dua tersangka. Menurut Hari, makan siang itu diberikan sesuai dengan situasi dan kondisi.
Jika memungkinkan, akan disajikan nasi kotak atau nasi bungkus, tetapi jika tidak memungkinkan maka akan disajikan makanan dari kantin dengan menu yang sesuai anggaran dan standar operasional prosedur.
Hari juga memastikan bahwa hal tersebut bukan jamuan istimewa tetapi hanya pemberian jatah makan siang.
"Jadi bukan 'jamuan' tetapi memang jatah makan siang," kata dia.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung Amir Yanto menganggap bahwa memberikan makan kepada tahanan tersebut sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
"Menjamu itu istilahnya PH (penasihat hukum) terdakwa," kata Amir.
Menurut dia, bagi setiap tahanan yang diserahkan kepada Kejaksaan, sesuai SOP akan mendapat jatah makan siang dengan konsumsi senilai dengan yang sudah dianggarkan. Akan tetapi, menu yang disajikan tidak boleh melebihi plafon anggaran yang disediakan.
"Jadi, pemberian makan siang tersebut sesuai dengan SOP. Menunya tergantung yang tersedia saat itu, yang penting harganya tidak melebihi plafon anggaran yang tersedia," ujar Amir.
Dilansir dari Kompas.com, nama Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna, kembali mencuat setelah fotonya yang tengah menjamu makan siang Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo beredar di media sosial.
Selain dua jenderal itu, ada pula pengusaha Tommy Sumardi yang berkas perkaranya juga turut dilimpahkan.
Tindakan Anang yang menjamu dua tersangka itu pun mendapatkan sorotan dari sejumlah pihak.
“Apakah perlakuan itu dilakukan terhadap seluruh tersangka yang ada pada wilayah kerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan?” ucap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).
“Atau jamuan makan siang itu hanya dilakukan terhadap dua perwira tinggi Polri tersebut? Jika iya, maka Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mesti memperlihatkan bukti tersebut,” imbuh dia.
Dua kali tersandung
Anang baru menjabat posisi Kajari Jaksel sejak Mei 2019 lalu.
Sebelum diangkat sebagai kajari, pria berpangkat Jaksa Utama Pratama dengan Golongan IV/b itu menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Pemantauan pada Direktorat III Jaksa Agung Muda bidang Intelijen Kejaksaan Agung.
Pada medio Juli 2020, nama Anang sempat tersandung polemik, setelah video pertemuannya dengan Anita Dewi Kolopaking beredar luas.
Anita diketahui sebagai pengacara Djoko Tjandra, yang sebelumnya dinyatakan buron selama 11 tahun. Saat itu, video yang beredar di media sosial dibumbui narasi Anita Kolopaking sedang melobi Anang Supriatna.
Kejagung pun langsung memanggil Anang untuk dimintai klarifikasi.
Tak hanya Anang, pihak lain yang turut dimintai klarifikasinya yaitu Anita, Kepala Seksi Pidana Khusus, Kepala Seksi Intelijen, petugas piket, jaksa Fahriani Suyuti dan seorang pensiunan jaksa.
Dari hasil klarifikasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengungkapkan, tidak cukup bukti adanya lobi yang dilakukan Anita terhadap Anang.
Diketahui bahwa dalam pertemuan tersebut Anang tengah menerima tamu yang merupakan seorang pensiunan jaksa bernama Zaenuddin.
Ia datang bersama istrinya, Fahriani yang masih bertugas di Kejagung.
Sementara Anita, diketahui ikut dengan pasangan suami istri tersebut menemui Kajari Jaksel.
Menurut Hari, saat itu Anang baru diperkenalkan dengan Anita.
Selain itu, topik pembicaraan dalam pertemuan itu ihwal perkembangan pandemi Covid-19 serta adanya jaksa yang meninggal dunia akibat penyakit tersebut.
Kejagung pun mengklaim tak memiliki cukup bukti adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Kajari Jaksel. (*)