Pertama, UU Kesehatan Nomor. 30 Tahun 2009 yang mana pada Pasal 53 ayat 3 Undang-Undang a quo menyatakan bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya, dalam konteks ini vaksinasi adalah hak.
Kedua, merujuk pada UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dalam Pasal 14 ayat 1 dinyatakan "Bahwa barangsiapa dengan sengaja menghalangi pelaksaan penanggulan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini diancam dengan pidana penjara selama-lamanya satu (1) tahun danatau denda Rp.1.000.000,00."
Ketiga, merujuk pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantia Kesehatan Pasal 93 yang pada dasarnya ancaman pidana berupa denda dan atau penjara maksimum Rp.100.000.000,00 dan atau satu (1) tahun penjara bagi setiap orang yang tidak mematuhi Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan".
"Bila merujuk kepada Undang-Undang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Karantina Kesehatan, maka vaksinasi ini merupakan kewajiban artinya ada konsekuensi hukum bila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan," katanya.
Perlu dipahami bahwa baik UU Kesehatan, UU Wabah Penyakit Menular, maupun UU Karantina Kesehatan adalah hukum administrasi yang diberi sanksi pidana sehingga disebut juga 'hukum pidana administrasi'.
Dalam konteks ini sanksi pidana bersifat ultimum remedium artinya sarana yang paling akhir digunakan untuk menegakkan hukum pidana, apabila pranata penegakkan hukum lainnya tidak lagi berfungsi.
Dengan begitu, kewajiban vaksin yang dicanangkan oleh pemerintah, jika ada warga masyarakat yang menolak divaksin tidak serta merta sanksi pidana itu diterapkan, namun pertama yang dilakukan adalah tindakan-tindakanyang bersifat persuasif.
"Dalam konteks ini sosialisasi mengenai arti pertingnya vaksin termasuk tingkat keberhasilan dan dampaknya menjadi sangat penting. Tegasnya bagi mereka yang menolak vaksin, dapat dijatuhi pidana tetapi tidak berarti harus dijatuhi pidana," tambah Eddy.
Dalam pelaksanannya, kewajiban vaksin ini juga diatur dalam Peraturan Daerah, Peraturan Gurbernur, maupun Peraturan Bupati/Walikota. Karena kondisi penularan wabah penyakit di masing-masing daerah berbeda antara satu dengan yang lain.
Karena itu, sangat mungkin sikap terhadap kewajiban vaksin antara satu daerah dengan daerah lain berbeda.