Gridhot.ID - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi lintas negara di rekening milik Front Pembela Islam (FPI).
Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar juga membenarkan adanya transaksi lintas negara yang disebut oleh PPATK.
Ia menjelaskan dana dalam transaksi tersebut adalah milik umat yang digunakan untuk bantuan kemanuasiaan.
"Dana umat untuk bencana kemanusiaan, anak-anak yatim dan bantuan bencana serta yang lainnya," kata Yanuar kepada Kompas.com, Senin (25/1/2021).
Menurut Yanuar, dengan adanya transaksi yang dilakukan FPI menandakan organisasinya mendapat kepercayaan umat bahkan warga dunia untuk mengelola dana tersebut.
Sebab selama ini, kata Yanuar, FPI menaruh perhatian pada aksi kemanusiaan ke banyak negara.
"FPI concern dengan bantuan kemanusiaan ke banyak negara yang mengalami penjajahan dan musibah seperti misal di Gaza Palestine dan juga terhadap saudara-saudara kita di Raakhine Myanmar," kata dia.
Sebelumnya, Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebut ada transaksi lintas negara di dalam rekening milik FPI.
Kendati demikian, ia tak merinci kegunaan dana tersebut dan ke mana transaksi tersebut dilakukan.
"Iya itu betul (ada transaksi lintas negara)," kata Dian kepada Kompas.com, Senin (25/1/2021).
"Tapi kan belum berarti bisa disimpulkan apa-apa, transaksi ke luar negeri biasa juga dilakukan organisasi, individu, atau ormas lain, hal itu biasa terjadi di dunia yang semakin global ini," ucap Dian.
PPTAK hingga kini masih menganalisis dan memeriksa aliran dana pada transaksi yang dilakukan FPI dan afiliasinya.
Dian menyebut, hingga kini setidaknya sudah 92 rekening FPI dan afiliasinya yang diblokir PPATK.
"Memang analisis dan pemeriksaan PPATK terhadap 92 rekening ini harus komprehensif, termasuk transaksi dalam dan luar negeri," kata Dian.
"Bukan hanya untuk FPI ya, setiap kasus apapun yang kami tangani," lanjut dia.
Dian menuturkan, pembekuan sementara dilakukan sesuai kewenangan PPATK berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain itu, juga berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Polri seharusnya bisa mengungkap motif di balik aliran dana asing tersebut.
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi mengatakan bahwa pendanaan dalam gerakan radikal, ekstrem dan terorisme di Indonesia selalu menjadi persoalan.
Ketika penulusuran secara digital semakin ketat, kelompok terorisme menggunakan jalur nondigital untuk transaksi.
Ia mengingatkan belum lama ini ada temuan uang dari kotak amal digunakan untuk mendanai kegiatan teroris.
Beberapa kelompok menggunakan sirkular funding atau pencucian uang.
Uang dikeluarkan terlebih dahulu dari dalam negeri, lalu diendapkan di luar negeri, kemudian kembali ke dalam negeri.
"Berkaca dari berbagai kasus pendanaan terhadap kelompok radikal, tindakan PPATK membekukan beberapa rekening FPI itu sudah tepat. Karena memang ini modus operandi yang sering dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstrem kanan di Indonesia," kata Islah, Selasa (26/1/2021) dikutip dari Tribunnews.com.
Islah kemudian memberikan contoh aksi Arab Spring yang membuat beberapa negara di Timur Tengah hancur-hancuran.
Hal itu ditengarai adanya aliran dana luar negeri dan keterlibatan negara-negara barat dalam upaya menghancurkan beberapa negara Arab yang dipimpin orang-orang yang dinilai totalitarian.
Arab Spring merujuk istilah pada aksi pemberontakan di musim semi.
Pemimpin-pemimpin di Arab yang sangat karismatik dan disegani ditumbangkan, walaupun sebenarnya negaranya makmur.
Islah mencontohkan Muammar Khadafi saat memimpin Libya.
Dalam konteks Indonesia, analisis Islah, FPI bisa saja menjadi mesin curah, karena masih bisa bergerak di tataran normatif. Kemudian FPI seperti dispenser untuk pendanaan kelompok ekstrem.
Islah mengatakan, ada indikasi keterlibatan lembaga donasi dan beberapa orang top di Indonesia mendanai FPI.
Tapi modelnya berputar, dikeluarkan ke luar negeri, lalu kembali ke Indonesia. Menurut dia, model pendanaan Arab spring sudah mulai mengarah ke sana.
"Ya bagusnya dibekukan, sebelum dana yang di dalam itu dikuras. Memang seharusnya Polri dan juga beberapa lembaga penegak hukum dan juga stakeholder, sudah harus bisa mentracing itu," tuturnya.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar