GridHot.ID - Vaksinasi covid-19 telah mulai dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Bahkan, kini peneliti dalam negeri pun mulai mengembangkan vaksin.
Salah satunya ialah Terawan Agus Putranto yang diketahui mengembangkan vaksin Nusantara.
Mengutip Kompas.com, mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membeberkan alasan mengapa dirinya memprakarsai vaksin nusantara yang diklaim sebagai vaksin Covid-19 pertama di dunia yang menggunakan sel dendritik.
Menurut Terawan, sel dendritik itu telah dikembangkan olehnya sejak 2015 di RSPAD Gatot Subroto. Kemudian, ada ide mengembangkan vaksin Covid-19 menggunakan sel dendritik, dan langsung disambut baik olehnya.
"Begitu ada ide untuk dendritik vaksin untuk Covid-19, gayung jadi bersambut, dan kemudian kami juga sudah mendapatkan uji binatangnya mengenai dendritik vaksin Covid-19 melalui pihak ketiga di Amerika, sehingga membuat mantap kami untuk ikut peran serta mengembangkan vaksin Covid-19 berbasis dendritik," kata Terawan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).
Terawan meyakini, vaksin nusantara tersebut sangat aman karena bersifat individual. Dia berharap, vaksin nusantara ini mampu menjadi solusi untuk menangani setidaknya para pasien Covid-19 yang memiliki komorbid berat maupun mengalami kendala jika menggunakan vaksin lainnya.
Lebih lanjut, Terawan menerangkan, saat ini vaksin nusantara dikembangkan oleh RSUP Kariadi Semarang bersama dengan Universitas Diponegoro.
Sementara itu, dilansir dari Tribun-Medan.com, Ketua Tim Pengembang Vaksin Nusantara Terawan Agus Putranto angkat bicara setelah BPOM dan Kemenkes menyingkirkan vaksin Covid-19 berbasis sel dendritik yang dipeloporinya.
Mantan Menkes ini tidak marah meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) untuk uji klinis tahap dua dan tiga.
Sedangkan uji klinis tahap pertama Vaksin Nusantara yang sudah dilakukan dianggap BPOM tidak sesuai dengan kaidah medis hingga sampai saat ini .
Tanpa PPUK dari BPOM, otomatis pengembangan Vaksin Nusantara bakal mentok.
Sekadar diketahui dalam pembuatan vaksin ada tiga uji klinis yang dilakukan.
Uji klinis tahap satu untuk menguji tingkat keamanan vaksin itu sendiri.
Uji klinis tahap dua untuk efikasi vaksin- melihat kemampuan vaksin apakah dapat memberikan manfaat bagi individu yang diberi imunisasi.
Sedangkan uji klinis tiga untuk rekonfirmasi terhadap uji klinis satu dan dua yang telah dilakukan, dengan melibatkan lebih banyak relawan.
Sebelumnya Kemenkes telah membentuk Tim Penelitian Uji Klinis Vaksin Sel Dendritik melalui KMK No. HK.01.07/MENKES/2646/2020, mulai 12 Oktober 2020.
Kemudian tanggal 23 Desember 2020 sampai 6 Januari 2021 penyuntikan uji klinis fase pertama hingga 11 Januari 2021 dan 3 Februari 2021 dilakukan monitoring dan evaluasi.
Dokter Terawan memastikan bahwa Vaksin Nusantara yang kini tengah dikembangkan sebagai vaksin Covid-19 oleh pihaknya beserta RSUP dr Kariadi Semarang Universitas Diponegoro aman digunakan.
Baca Juga: Korea Selatan Panas Dingin, 2 Warganya Tiba-tiba Meninggal Dunia Setelah Mendapat Vaksin AstraZeneca
Mantan Menteri Kesehatan itu mengungkapkan hal tersebut untuk menanggapi pernyataan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito yang menyebut bahwa pengembangan Vaksin Nusantara tidak sesuai dengan kaidah medis.
"Vaksin Covid-19 berbasis dendritik sel, yang tentunya karena sifatnya autologus, sifatnya individual, tentunya adalah sangat sangat aman," kata Dokter Terawan dalam rapat kerja Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).
Dokter Terawan pun menceritakan pengalamannya menginisiasi Vaksin Nusantara sejak 2015.
Ia mengatakan, saat itu secara pribadi, dirinya sudah mengembangkan proses dendritik sel di cell cure center RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
Namun, saat itu sel dendritik belum dikhususkan untuk membuat vaksin Covid-19, tetapi digunakan dalam riset pengembangan vaksin kanker.
"Dendritik sel sudah kita kenal dan kita sudah publish di internasional jurnal untuk dendritik sel vaksin. Tetapi waktu itu memang saya publish-kan dalam bentuk untuk dendritik sel untuk kanker," jelasnya.
Ketika wabah Covid-19 melanda Tanah Air, Terawan pun mencoba memanfaatkan sel tersebut sebagai vaksin.
Inisiatif itulah yang kemudian mendapat dukungan dari sejumlah pihak, antara lain RSUP dr Kariadi dan Universitas Diponegoro.
"Kebetulan saya bisa mendorong teman-teman dari Universitas Diponegoro untuk bisa mengembangkan ini dan saya bersyukur waktu itu Kementerian Kesehatan bisa men-support-nya," papar dia.
Lebih lanjut, Dokter Terawan berharap Vaksin Nusantara yang dikembangan dengan metode dendritik sel ini dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang termasuk pengecualian kriteria penerima vaksin Covid-19.
Secara detail, dia beranggapan bahwa vaksin ini dapat menjadi solusi bagi mereka yang mengalami autoimun, bahkan yang memiliki komorbid berat.
"Paling tidak untuk mengatasi yang autoimun, ataupun yang komorbid berat, ataupun memang terkendala dengan vaksin yang lain, ini menjadi sebuah solusi maupun alternatif yang bisa digunakan," harapnya.
Untuk itu, ia berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mampu mendukung proses pengembangan Vaksin Nusantara. Pada kesempatan tersebut, Terawan juga meminta dukungan BPOM dalam mengawal evaluasi hasil uji klinis I Vaksin Nusantara.
"Meskipun PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis) belum keluar, saya tetap mengucapkan terima kasih kepada BPOM dan Kementerian Kesehatan. Mudah-mudahan ini terus bisa dilanjutkan menjadi fondasi yang baik," ujar Terawan.
BPOM Sebut Uji Klinis Tahap Pertama Tidak Sesuai Kaidah Medis
Sebelumnya Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) Penny Lukito menvonis Vaksin Nusantara yang menurutnya tidak sesuai kaidah medis.
Salah satu hal yang disorotinya adalah terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.
"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).
Padahal, jelasnya, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian.
Di samping itu, Penny juga menyoroti perbedaan data dari tim uji klinis Vaksin Nusantara dengan data yang dipaparkan pada rapat kerja hari ini.
Padahal menurutnya, BPOM sudah selesai meninjau hasil uji klinis I Vaksin Nusantara.
"Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan kepada BPOM dan kami sudah melakukan evaluasi," jelasnya.
Penny melanjutkan, pihaknya sudah menyerahkan hasil peninjauan atas uji klinis tersebut pada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan tim peneliti vaksin di Semarang.
Kendati demikian, dia tak menjabarkan secara detail hasil tinjauan tersebut.
Penny hanya menuturkan, BPOM belum memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis (PPUK) untuk uji klinis tahap dua dan tiga.
Untuk itu, Penny menekankan agar penelitian dan pengembangan vaksin ini dapat terlaksana sesuai standar penelitian yang berlaku.
"Untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu. Maka seluruh tahapan penelitian dan pengembangan harus sesuai dengan standar dan persyaratan baik GLP, GMC, dan GCP," harap dia. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun-Medan.com |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar