Dalam banyak cara tentu Indonesia berbeda dengan Myanmar, mengingat langkah ekonomi berbeda yang dikejar Soeharto dan Ne Win di Burma, nama Myanmar sampai tahun 1989.
Soeharto membawa dan menyimpan sekelompok teknokrat kompeten bernama "Mafia Berkeley", yaitu para sarjana dari Universitas California.
Mereka membuka Indonesia untuk membutuhkan investasi swasta asing dan pribadi, dan membuat Soeharto untuk menderegulasi bagian penting dari ekonomi yang kusut.
Bertahun-tahun, pertumbuhan rata-rata di atas 6%.
Sementara, Ne Win mengisolasi negaranya dari dunia dan mendeklarasikan "cara sosialis Burma," sebuah hal yang menyebabkan negaranya yang kaya menjadi miskin.
Sejak Suu Kyi dilepaskan dari penahanan rumahnya tahun 2010, militer memperbolehkan beberapa pembukaan ekonomi untuk menarik investor asing.
Pembukaan itu mulai menaikkan standar hidup warga.
Namun, ekonomi Myanmar segera hancur setelah Covid-19 menyerang di tahun 2020.
Soeharto yang dengan kejam menekan musuh-musuhnya, membangun sistem pemerintahan yang melibatkan pemilihan parlemen tiap 5 tahun.
Sistem itu menciptakan stabilitas yang disukai para investor, dan menjadikannya dan militer Indonesia jawara.