Adapun putusan nomor 30/PID.TPK/2021/PT DKI itu dibacakan pada 1 November 2021 oleh hakim ketua Haryono bersama dengan 2 hakim anggota, yaitu Reny Halida dan Branthon Saragih.
Dalam perkara ini, Edhy dinilai terbukti menerima suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).
Ia terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar dari para eksportir BBL. Di pengadilan tingkat pertama, Edhy divonis 5 tahun penjara.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menambah hukuman Edhy, dari 5 tahun menjadi 9 tahun penjara.
Namun bagi ICW, hukuman itu belum cukup memberikan efek jera kepada Edhy.
"Mestinya pada tingkat banding, hukuman Edhy diubah menjadi 20 tahun penjara. Dendanya dinaikkan menjadi Rp1 miliar, dan hak politiknya dicabut selama 5 tahun," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana ditemui Wartakota, Jumat (12/11/2021).
Ada sejumlah alasan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memenjerakan Edhy selama 20 tahun.
Pertama urai Kurnia, Edhy melakukan kejahatan korupsi saat menduduki posisi sebagai pejabat publik.
Source | : | Kompas.com,Wartakota |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar