GridHot.ID - Kematian Gilang Endi Saputra saat mengikuti Diklatsar Menwa UNS menjadi catatan kelam.
Terlebih bagi kegiatan internal kampus negeri di Surakarta tersebut.
Melansir Tribunwow.com, sejumlah fakta baru terungkap terkait kematian mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS), Gilang Endi Saputra, saat menjalani Diklatsar Menwa.
Dilansir TribunWow.com, fakta baru itu terungkap setelah pihak kepolisian menggelar rekonstruksi kasus kematian Gilang di Kompleks Stadion Manahan Solo, Kamis (18/11/2021) lalu.
Ternyata, Gilang sempat memelas mengaku sudah tak kuat menjalani kegiatan fisik yang digelar saat Diklatsar.
Dilansir dari Tribunjateng.com, detik-detik kematian Gilang Endi Saputra saat mengikuti Diklatsar Menwa UNS digambarkan dalam rekonstruksi.
Kondisinya ternyata begitu memilukan.
Namun yang patut disesalkan, Gilang dibilang cengeng, ia bahkan sampai dipanggilkan dukun saat kejang-kejang.
Sejumlah fakta baru terungkap dalam rekonstruksi kasus kematian Gilang Endi Saputra, yang digelar Polresta Solo, di Kompleks Stadion Manahan Solo, Kamis (18/11/2021) .
Salah satu fakta yang baru terungkap adalah bagaimana Gilang justru mendapatkan bullying dari para senior Menwa, saat ia mengiba kondisi fisiknya sudah tak kuat lagi.
Terlihat dalam adegan rekonstruksi, Gilang sebenarnya sudah mengaku tidak kuat dengan latihan fisik yang diberikan.
Bukannya dibawa ke tim medis, Gilang malah diejek sejumlah panitia dengan kata 'cengeng'.
Dalam rekonstruksi ini, ada total 69 adegan yang dilakukan kedua tersangka.
Seperti yang terlihat pada adegan 22, 25, dan 31.
Saat itu para peserta melakukan kegiatan alarm stelling, atau latihan untuk secepat-cepatnya hadir dalam kondisi siap, saat terjadinya kondisi gawat darurat.
Dalam kegiatan itu, seluruh peserta mendapatkan tamparan dari tersangka NFM, termasuk korban Gilang.
Hukuman tamparan itu diberikan karena para peserta telat.
Saat rekonstruksi berjalan, ada keterangan yang berbeda dari saksi dan tersangka.
Versi saksi, NFM dan FJP memukul Gilang menggunakan replika senjata atau popor.
Namun, para tersangka menyangkal melakukan pemukulan pada Gilang. Mereka berdalih memukulkan popor ke peserta lain.
Bahkan, dalam rekonstruksi tersangka tidak mau memeragakan adegan memukul Gilang dengan popor.
Pada adegan 31, Gilang dan peserta lain juga mendapatkan hukuman saat senam senjata oleh FJP.
Saat berada di Jembatan Jurug juga, para peserta melakukan repling.
Saat itu, keadaan gilang sudah lemas.
Namun panitia masih memaksanya berjalan menuju markas Menwa.
Menurut saksi pihak kepolisian, posisi Gilang saat berjalan ke markas berada di depan rombongan.
Saat itu, dia mendapatkan hukuman dipukul kepalanya.
Menurut para peserta, yang memukul kepala Gilang dengan popor adalah FJP.
Namun, FJP tidak mengakuinya.
Dia berdalih membantu membopong Gilang.
Sesampainya di depan markas Menwa, Gilang lemas, terjatuh dan pingsan.
Saat pingsan Gilang mendapatkan perawatan dari pihak panitia. Korban dimasukkan ke dalam salah satu gedung di UNS.
Tiba-tiba Gilang mengalami kejang, lalu warga sekitar UNS membantu memberikan perawatan.
Malah Dipanggilkan Dukun
Saat Gilang kejang, NFM sempat marah-marah, Dia menganggap Gilang mengalami kesurupan.
Panitia kemudian memanggil paranormal, setelah itu kondisi Gilang sempat stabil dan minum air putih sekitar pukul 18.00 WIB.
Paranormal yang dipanggil panitia ini menyebutkan kondisi gilang baik-baik saja.
Setelah itu, pukul 20.20 - 21.00 WIB, FPJ beberapa kali memanggil satpam untuk membawa Gilang ke Rumah Sakit.
Gilang sempat diberikan makan oleh panitia, namun dia muntah.
Saat itu, paranormal masih berusaha menyembuhkan Gilang, sementara panitia memanggil taksi online untuk membawa Gilang ke Rumah Sakit.
Saat perjalanan ke Rumah Sakit, tepatnya sampai di perempatan Tugu Cembengan, Gilang sudah tidak bernafas.
Kasatreskrim Polresta Solo AKP Djohan Andika mengatakan, rekonstruksi diikuti oleh Kejaksaan Negeri Kota Solo, Panitia dan peserta Diklatsar Menwa UNS dan dua tersangka.
"Ada 69 adengan rekonstruksi untuk memperjelas kelengkapan data dari jaksa penutupan umum saat peristiwa Diklatsar Menwa UNS," ujarnya kepada TribunSolo.com, Kamis (18/11/2021).
Djohan juga mengatakan, saat rekonstruksi tersangka sempat diganti peran pengganti dan tidak mengakui melakukan pemukulan dengan popor senjata.
"Iya tidak masalah, itu pengakuan mereka tapi saksi dan bukti akan berbicara di pengadilan," katanya. (*)