GridHot.ID - Kolonel Inf Priyanto menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan atas dakwaan pembunuhan berencana terhadap Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) dalam kecelakaan di Nagreg yang berujung Handi dan Salsabila dibuang ke Sungai Serayu.
Melansir Tribunjabar.id, Kuasa Hukum Kolonel Inf Priyanto, Mayor TB Harefa membantah dakwaan bahwa kliennya melakukan pembunuhan berencana.
Menurut Harefa saat dibuang ke Sungai Serayu, Handi Saputra dan Salsabila sudah dalam keadaan meninggal dunia.
Dilansir dari tribunjakarta.com, Kolonel Priyanto ogah menerima tuntutan hukuman penjara seumur hidup karena dianggap membunuh secara berencana sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14).
Melalui tim kuasa hukumnya, Kolonel Priyanto membela diri dengan menggunakan dalil pasal 181 KUHPidana.
Hukuman berat penjara seumur hidup akan turun drastis menjadi sembilan bulan saja jika Kolonel Priyanto hanya dijerat pasal 181 itu.
Hal tersebut disampaikan salah satu kuasa hukum, Mayor TB Harefa saat membacakan pledoi terdakwa Kolonel Priyanto pada sidang di Pengadilan Militer Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022).
Mayor TB Harefa menjelaskan, sesuai dengan fakta persidangan menghadirkan tiga orang saksi sebelumnya, bahwa kedua korban sudah dalam keadaan meninggal dunia.
Sehingga dalam perkara ini, klien TB Harefa patut diberikan Pasal 181 yaitu membawa mayat dalam mobil.
Bunyi pasal 181 KUHPidana adalah: Barangsiapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut atau menghilangkan mayat, dengan maksud hendak menyembunyikan kematian dan kelahiran orang itu, duhukum penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.
"Sementara pasal 340 atau 338 tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana kami bantah, karena intinya bahwa saat terjadi tabrakan kedua korban sudah meninggal dunia," ujarnya.
Artinya, lanjut TNI berpangkat melati satu itu, yang dibawa oleh kliennya dan dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah adalah mayat.
Hal ini juga sudah disampaikan dalam persingan nota pembelaan hari ini dihadapan majelis hakim.
"Artinya sesuai di fakta persidangan biarlah sesuai permintaan kami tadi, pasal membuang mayat artinya tidak sesuai dengan tuntutan oditur yang tadinya seumur hidup," jelas TB Harefa.
Lelaki yang akrab disapa TB ini menambahkan, terkait hukuman pemecetan, kliennya sudah siap menerima konsekuensinya.
Sebab, kliennya juga sudah mengakui perbuatannya sudah mencoreng nama institusi TNI atau tentara.
"Soal cabut Dinas TNI, kami sudah sepakat artinya kami sudah ikhlas dari terdakwa dipecat pun sudah Terima," tuturnya.
Sementara itu kuasa hukum Kolonel Priyanto yang lain, Letda Aleksander Sitepu membacakan nota pembelaan selama kurang lebih satu jam.
Di hadapan majelis hakim, ia meminta keringanan hukuman kepada kliennya atas insiden kecelakaan yang terjadi di Nagrek hingga pembuangan jasad kedua korban.
Pertama ia menyebut Kolonel Priyanto merupakan tulang punggung keluarga dan memiliki empat orang anak.
"Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga yang harus menghidupi empat orang anak," katanya saat bacakan nota pembelaan.
Kedua menurutnya Kolonel Priyanto merupakan anggota TNI yang pernah mempertahukan nyawanya untuk NKRI saat bertugas di Timor-timur.
Kemudian selama persidangan, terdakwa terus terang dan tidak pernah bertele-tele menyampaikan perkara dihadapan majelis hakim.
"Terdakwa juga telah mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa juga sudah menerima hukum disiplin atau hukum pidana," jelas penasehat hukum.
Pertimbangan lain agar majelis hakim meringankan hukuman TNI berpangkat melati tiga itu adalah karena sudah banyak menerima tanda jasa.
Kemudian terdakwa juga sudah bersikap baik selama proses persidangan berlangsung di Pengadilan Militer.
"Kami mohon agar majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman seringan-ringannya kepada terdakwa," ucapnya.
Tim penasehat hukum Kolonel Priyanto juga meminta majelis hakim tinggi militer menolak seluruh dakwaan dan tuntutan Oditur Militer Tinggi (Odmilti) terhadap kliennya.
Letda CHK Aleksander Sitepu, dalam nota pembelaan yang disampaikannya di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta meminta empat hal kepada majelis hakim tinggi militer.
Pertama, meminta hakim menyatakan Priyanto tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh oditur militer tinggi pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Kedua, menolak dakwaan dan tuntutan oditur militer tinggi untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan oditur militer tidak dapat diterima," kata dia.
Ketiga, meminta hakim membebaskan terdakwa Priyanto dari segala dakwaan dan tuntutan pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama.
Keempat, kata dia, meminta hakim menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya atau apabila majelis hakim berpendapat lain maka mohon putusan yang seadil-adilnya.
Sebelumnya, Kolonel Inf Priyanto menyesali perbuatannya karena sudah membawa tubuh sepasangan kekasih korban kecelakaan dan membuangnya dari Nagrek, Jawa Barat ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Di hadapan Majelis Hakim, anggota TNI berpangkat melati tiga itu menyesali perbuatannya dan mengaku bersalah.
Kesedihan mendalam dirasakan oleh Priyanto sehingga ia menyampaikan dengan nada yang lesu dan sedikit matanya berkaca-kaca.
"Kami sudah merusak institusi TNI khususnya TNI AD," ujarnya usai pembacaan pledoi di Pengadilan Militer Jakarta Timur Selasa (10/5/2022).
Kolonel Priyanto itu memohon maaf kepada keluarga kedua korban dan saat ini ia tengah berusaha meminta maaf secara langsung.
Namun, karena ia ditahan di rutan Militer maka tak bisa datang ke rumah para korban.
"Saya sampai saat ini belum sempat mengucapkan maaf kepada keluarga korban dan saat ini saya berusaha menyampaikan permintaan maaf," tegas Priyanto yang kenakan seragam TNI.
"Dan saya harapkan apa yang saya sampaikan bisa diterima oleh keluarga korban," sambungnya.(*)
Source | : | TribunJakarta.com,TribunJabar.id |
Penulis | : | Desy Kurniasari |
Editor | : | Desy Kurniasari |
Komentar