Dalam rekaman video momen kedatangan peti jenazah Brigadir J yang diunggah Kompas TV, tampak pihak keluarga begitu terpukul.
Dengan suara parau, ayah Brigadir J Samuel Hutabarat meminta kepada sejumlah anggota Divisi Propam Polri agar peti jenazah anaknya dapat dibuka.
"Tolong peti jenazah ini dibuka. Sebelum kami tengok anak kami, kami belum bisa menerima," kata Samuel sebagaimana terekam dalam video itu.
"Entah apa di dalamnya saya enggak tahu, entah apa apa di dalamnya. Istilahnya mohon maaf, saya beli kucing dalam karung," sambung Samuel.
Dicopot dari Karo Paminal
Beberapa waktu setelah pengacara keluarga Brigadir J mengadu ke Bareskrim, Kapolri Jenderal Listyo Sigit memutuskan menonaktifkan Hendra dari jabatannya pada 20 Juli.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkapkan, upaya itu merupakan wujud profesionalisme Kapolri menangani kasus kematian Brigadir J.
"Komitmen Bapak Kapolri, tim harus bekerja secara profesional maksimal dengan proses pembuktian secara ilmiah," ujar Dedi di Mabes Polri, Rabu (20/7/2022).
Beberapa waktu kemudian, tepatnya pada 4 Agustus, Sigit akhirnya mencopot Hendra dari jabatannya.
Jenderal bintang satu itu kemudian dimutasi sebagai perwira tinggi Pelayanan Markas (Yanma) Polri, dikutip dari Kompas.com.
Sementara itu, Polri telah menetapkan 4 orang tersangka atas kasus dugaan pembunuhan Brigadir J, salah satunya Ferdy Sambo.
Dalam kasus ini, Sambo memerintahkan tersangka lain yakni Bhadara E untuk menembak Brigadir J.
Tak hanya itu, Sambo juga membuat skenario agar seolah-olah penembakan itu adalah tembak-menembak antara Brigadir J dan Bharada E.
"Sekali lagi saya sampaikan, tidak ada tembak menembak seperti yang disampaikan sebelumnya di rumah Irjen FS (Ferdy Sambo)," ujar Kapolri dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022) malam.
"Untuk membuat peristiwa ini seolah tembak menembak, saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik saudara J ke dinding berkali-kali, untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak menembak," lanjutnya.
Atas perbuatannya, Sambo disangkakan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar