GridHot.ID - Inilah kesaksian Jurnalis Tribun Jambi Aryo Tondang yang pertama kali meliput kasus kematian Brigadir YosuaHutabarat atau Brigadir J.
Diketahui dari Tribunnews, Aryo Tondang dan Pimpinan Redaksi Tribun Jambi mendapat pengakuan dari wawancara dengan Bapak Samuel Hutabarat selaku ayah kandung Brigadir J.
Rekaman 28 menit itu hingga kini masih dirahasiakan karena permintaan Bapak Samuel.
Aryo Tondang Jurnalis Tribun Jambi mengatakan ketika mendengar kabar polisi tembak polisi, ia segera mencari informasi lain yang beredar.
Ketika itu Aryo Tondang mendengar obroloan dari intel bahwa di bandara ada jasad polisi yang akan diserahkan ke keluarga.
"Saya sempat berdiskusi dengan intel yang saya kenal, ini ada apa Bang? kalau memang ada jenazah dari kepolisian mengapa tidak ada upacara kedinasan?" ujarnya.
Aryo Tondang mengaku ketika pihak polisi yang mengawal jasad Brigdir J terkejut melihat keberadaan wartawan di sekitar bandara.
Jurnalis Tribun Jambi saat itu mengaku sedang pelatihan penulisan berita.
Aryo Tondang mengatakan hari Minggu 10 Juli 2022 mendengar kabar adanya isu polisi tembak polisi hingga menyebabkan Brigadir J meninggal dunia.
Aryo Tondang lalu mengonfirmasi kabar tersebut ke kabid Humas Polda Jambi melalui WhatsApp.
"Saya kirim WA, apa benar ada polisi yang meninggal ditembak di rumah kadiv propam?, namun WA itu sudah dibaca tapi tidak direspons," ujarnya.
Aryo Tondang mengaku dapat foto-foto dan video jenazah Brigadir J melalui WhatsApp.
Aryo Tondang mengatakan ia bertemu Bibi kandung Brigadir J di hari Senin.
"Telefon saya diangkat oleh Bibi Brigadir J, beliau menceritakan detail, percakapan itu saya rekam, kemudian saya tulis berita tersebut, namun berita itu diedit karena nama yang terlibat, TKP disebutkan Bibi Brigadir J," ujarnya.
Sementara itu, Sulistiono selaku Pemimpin Redaksi Tribun Jambi mengatakan isu yang ditulis Aryo Tondang sangat sensitif.
"Akhirnya secara redaksi kami ganti, TKP dari rumah Kadiv Propam dengan sebuah rumah di Jakarta," ujar Sulistiono.
Setelah itu, tim redaksi Tribun Jambi menuju rumah duka Brigadir J dengan menempuh perjalanan 2 jam.
Sulistiono mengatakan ia bertemua Bibi Brigadir J, pacar Brigadir J namun belum berani banyak wawancara karena kondisi masih sangat berduka setelah pemakaman.
Sulistiono dan Aryo Tondang lalu kembali ke rumah duka dan mengikuti prosesi adat selesai dilakukan.
Hingga akhirnya Sulistiono dan Aryo Tondang bertemu ayah Brigadir J, Samuel.
"Saya wawancara selama 28 menit, namun permintaan dari Bapak Samuel, hingga kini rekaman tersebut belum saya tulis," ujar Sulistiono.
Sulistino mengatakan bahwa saat datang ke rumah duka, belum ada wartawan lain yang meliput kasus tersebut.
"Saya belum melihat wartawan lain, kami dari Tribun Jambi datang ke lokasi pemakaman hingga rumah duka menggunakan mobil kantor yang bertulis Tribun Jambi," ujar Sulistiono.
Sulistino mengatakan saat tim redaksi Tribun Jambi datang ke rumah duka, banyak sekali orang-orang yang memotret kehadiran mereka.
"Banyak yang memotret kami, ada yang ingin selfie-lah, tapi ada juga polisi yang memfoto kami," ujar Sulistiono.
Setelah itu Sulistiono kembali ke kantor Tribun Jambi.
Namun tiba-tiba pukul 19.00 WIB, Aryo Tondang mendapat telefon dari Bibi Brigadir J.
"Bibi Brigadir J, Ibu Rohani ini menelfon saya untuk balik ke rumah duka, karena banyak sekali polisi yang mengepung rumahnya, lalu saya katakan coba divideo itu dulu karena saya sudah di kota Jambi, lalu Ibu Rohani mengirim video ke saya," ujar Aryo.
Mengutip Tribunjateng.com, Sulistiono lalu menerbitkan berita dengan redaksi "Polisi Tewas Ditembak."
Sulistiono mengatakan hanya Tribun Jambi yang menulis dengan judul seperti itu karena kabar dari kepolisian adalah isu ada polisi tembak menembak.
Sulistiono memastikan setelah pemakaman Brigadir J, hanya Tribun Jambi yang memuat berita di rumah duka hingga pemakaman.
Aryo Tondang mengatakan, Ibu Rohani menceritakan kejadian ketika malam dikepung polisi.
"Ibu Rohani menceritakan saat itu Brigjen Hendra Kurniawan datang ke rumah duka tanpa melepas alas sepatu, lalu seluruh jendela ditutup gorden, seolah disterilkan, dan menceritakan kronologi tewasnya Brigadir J seperti siaran Kompolnas, Ibu Rohani saat itu protes karena tidak ada rekaman CCTV," ujarnya.
Setelah kabar itu besar, hari Selasa banyak media nasional yang datang ke rumah duka.
Sulistiono lalu menyusun kronologi dari percakapan Brigadir J dengan keluarga melalui WhatsApp (WA).
"Saya dapat kronologi tanggal 2 sampai tanggal 8, saya melihat percakapan perhatian anak ke orangtua, dengan menanyakan kondisi orangtua ketika perjalanan ke Sidempuan , tidak ada gelagat apapun," ujar Sulistiono.
Sulistiono melihat adanya percakapan WA dari Brigadir J yang ingin ikut ke Sidempuan, namun tidak bisa karena dinas ke Magelang.
Aryo Tondang lalu menceritakan ketika jenazah Brigadir J diautopsi.
"Situasi saat itu sangat berduka, ibu Brigadir J menangis histeris, situasinya sangat sedih sekali," ujarnya,
Sulistiono menceritakan ketika kasus itu besar, ia memberi saran agar menggunakan pengacara, namun Pak Samuel menolak khawatir tidak bisa membayar pengacara.
"Padahal saat itu saya ingin membantu menghubungkan ke LBH Palembang, namun Pak Samuel menolak, setelah itu 20 menit kemudian saya dapat kabar dari media lain bahwa keluarga Brigadir J sudah didampingi pengacara, kemudian kami putuskan untuk membantu melalui advokasi berita," ujar Sulistiono.
Setelah itu, Sulistiono mengatakan rekaman yang ia punya selama 28 menit berbincang dengan Pak Samuel itu dibuka oleh pengacara Brigadir J.
Sulistiono melihat kasus kematian Brigadir J ini menjadi besar, lalu saya putuskan seorang wartawan yang berasal dari daerah situ untuk meliput segala perkembangan terkait kematian Brigadir J.
Sulistiono mengaku Tribun Jambi yang pertama kali meliput hingga 1 bulan kasus itu masih terus berlanjut telah menerbitkan 1.513 konten berita online, 900 berita cetak, 600 berita video dan 159 live streaming.
Bahkan Sulistiono mengatakan kasus Brigadir J sudah menjadi 40 kali heaadline.
Sulistiono mengatakan kasus kematian brigadir J sangat ditunggu pembaca di Jambi maupun masyarakat Indonesia.
(*)