Gridhot.ID - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memperberat hukuman terdakwa kasus penipuan binary option Quotex, Doni Salmanan menjadi dua kali lipat yakni 8 tahun penjara.
Awalnya majelis hakim Pengadilan Negeri Bale Bandung menjatuhkan vonis 4 tahun penjara, namun Doni Salmanan mengajukan banding agar hukumannya diringankan.
Majelis Hakim PT Bandung memutuskan menerima permintaan banding itu dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 576/Pid.Sus/2022/PN Blb tanggal 15 Desember 2022, tetapi hukuman Doni Salmanan justru diperberat menjadi 8 tahun.
Dalam putusan di tingkat Pengadilan Negeri Bale Bandung, Doni awalnya hanya dijerat dengan Pasal 45A ayat 1 jo Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, atau dinyatakan bersalah telah menyebarkan berita bohong menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen sebagaimana dakwaan kesatu pertama.
Namun, pada putusan di tingkat banding pada PT Bandung, Doni juga dijerat Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010, atau dinyatakan bersalah telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dalam dakwaan kedua pertama.
Oleh karena itu, selain hukumannya ditambah menjadi 8 tahun, sejumlah aset mewah Doni juga disita negara.
Suami Dinan Fajrina juga dihukum dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan atas kasus ini.
Atas putusan Majelis Hakim PT Bandung, kuasa hukum Doni, Ikbar Firdaus akan mengajukan upaya hukum kasasi.
Menurutnya, putusan majelis hakim tidak beralasan dan merugikan kliennya.
"Kami jelas akan mengajukan Kasasi, kan jelas kita akan mengajukan upaya hukum kasasi terkait hal itu, enggak beralasan keputusan itu," katanya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/2/2023).
Ada 2 hal yang membuat pihaknya merasa keberatan dengan putusan Majelis Hakim PT Bandung.
Pertama soal aset yang dikembalikan ke negara. Menurut dia, kliennya sama sekali tidak melakukan pencucian uang.
Aset milik Doni, kata Ikbar, merupakan hasil dari menjadi afiliator aplikasi quotex binary option.
Hal itu, telah diperkuat oleh para ahli dalam persidangan bahwa apa yang didapatkan oleh kliennya merupakan sah.
"Nah, jelas keberatan, alasan pengembaliannya apa, TPPU-nya terbukti? pencucian uangnya di mana? Kan jelas jasa dan sah, ini ahli menyebutkan bahwa apa yang didapatkan Doni Salmanan sah karena apa bayaran atas apa yang dipromosikan, tidak jauh beda dengan seorang marketing," ungkapnya.
Dalam persidangan baik saat di PN Bale Bandung hingga PT Bandung, kata Ikbar, hakim sudah diberitahu soal itu.
"Berkali-kali ditanya majelis (hakim) dalam persidangan, jadi apa yang didapat sah dong. Sah itu bayaran atas apa yang dia promosikan, buka masuk konteks permainan atau apa pun itu," tuturnya.
Selain itu, ia mengungkapkan kasus yang dihadapi kliennya tidak seperti kasus korupsi yang rata-rata hasil vonisnya menyebutkan aset mesti dikembalikan ke negara.
"Nah itu yang menjadi alasan tidak berdasar, kenapa harus di-ke negara-kan sih, jelas ini persoalannya bukan masalah persoalan kejahatan, semisal hasil Tipikor, kala menurut saya ini kan masih simpang siur terkait aturan ini, di mana sudut pandang beberapa berpendapat," kata dia.
Ia menilai, hingga saat ini aturan terkait platfrom tersebut belum jelas keberadaannya, maka yang dijeratkan kepada kliennya sangat tidak beralasan.
Alasan kedua, Ikbar mengajukan upaya hukum kasasi untuk kliennya, yakni soal hakim yang menyebut kliennya menyebarkan berita bohong.
Menurutnya, setiap informasi yang sudah ada dalam platfrom tersebut merupakan kewajiban dan tanggung jawab member, bukan lagi tanggung jawab afiliator.
Ia menyebutkan, setiap member memiliki hak dan mampu melihat terkait informasi tersebut.
Bahkan baginya informasi yang ada si platfrom itu merupakan berita umum.
Adapun harta benda Doni yang disita negara terdiri dari 104 aset mewah, termasuk kendaraan mewah, rumah, uanghingga barang-barang berharga lainnya.
Humas Pengadilan Tinggi Bandung Jesayas Tarigan mengatakan, perampasan barang bukti untuk negara itu nantinya tidak untuk dikembalikan kepada para korban, melainkan untuk dilelang dan diserahkan kepada negara.
"Aset berupa barang berharga itu nanti dilelang, itu bagian kejaksaan," kata Jesayas, Rabu (22/2/2023), dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan, pengajuan restitusi dari jaksa yang menginginkan harta benda Doni dikembalikan ke para korban itu tidak bisa diakomodasi.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2022, menurutnya, restitusi hanya bisa dilakukan dalam perkara tindak pidana pelanggaran HAM berat, terorisme, perdagangan orang, diskriminasi ras dan etnis, serta yang lainnya.
Perkara terkait informasi dan transaksi elektronik (ITE) atau kejahatan perbankan tidak bisa mengatur pemberian restitusi kepada korban.
"Tidak (dikembalikan) kepada pihak yang mengajukan restitusi maupun kompensasi, itu tidak dikembalikan ke situ," kata dia.
(*)