Menanggapi vonis hakim, terdakwa mengaku pikir-pikir dahulu selama 7 hari untuk memutuskan langkah hukum selanjutnya.
"Pikir-pikir, Yang Mulia," kata Aklani saat ditanya hakim.
Adapun dalam fakta persidangan terungkap bahwa Aklani tidak melakukan pekerjaan dalam kegiatan rabat beton di RT 03, RW 04, dan RT 19 RW 05 Desa Lontar senilai masing-masing Rp 71.350.000 dan Rp 213.372.000.
Kemudian, kegiatan pemberdayaan masyarakat desa berupa kegiatan pelatihan service handphone fiktif dengan anggaran senilai Rp 43.673.250.
Selain itu, kegiatan penyelenggaraan desa siaga Covid-19 pada tahun 2020 yang tidak dilaksanakan senilai Rp 50 juta.
Tak hanya kegiatan fiktif, honor atau gaji staf desa dan tunjangan anggota BPD senilai Rp 27.900.000 juga tidak dibayarkan.
Aklani ternyata tidak menyetorkan pajak disetorkan ke kas negara senilai Rp 8.662.454.
Kemudian, berdasarkan perhitungan inspektorat ada selisih saldo kas desa pada tahun 2020 Rp 462 juta.
Pengakuan Aklani di persidangan, sebagian uang hasil korupsi dipergunakan untuk bersenang-senang bersama rekannya yang juga perangkat desa.
Aklani menggunakan dana desa untuk karaoke, menyewa dan menyawer LC (lady companion), makan dan minum, serta membawa uang untuk keluarga di rumah.
Aktivitas itu dilakukan Aklani dan kawan-kawan setiap malam usai bekerja.