Gridhot.ID - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti gelar perkara kasus Djoko Tjandra yang melibatkan KPK.
Giat tersebut dinilai belum membuktikan keseriusan Lembaga Antirasuah mengambil alih kasus Djoko Tjandra.
ICW menyebut KPK belum berani mengambil alih perkara yang melibatkan Djoko Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari.
KPK pun menghargai pandangan ICW atas gelar perkara kasus Djoko Tjandra bersama Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung.
"Kami menghargai pandangan dari siapapun soal hal tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Minggu (13/9/2020).
Ali mengatakan, pengambilalihan suatu kasus bukan atas dasar berani atau tidak.
"Namun perlu kami sampaikan bahwa ini bukan soal berani atau tidak," katanya.
Menurut dia, pengambilalihan harus berdasarkan aturan hukum mengikuti Pasal 6, 8, dan 10A dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Bagaimana cara berhukum yang benar? Tentu ikuti aturan UU yang berlaku yang dalam hal ini ketentuan Pasal 6, 8, dan 10A UU KPK," ujar Ali.
Diberitakan sebelumnya, ICW menilai gelar perkara yang dilakukan di KPK itu merupakan ajang pencitraan.
"Gelar perkara terkesan hanya dijadikan ajang pencitraan bagi KPK agar terlihat seolah-olah serius menanggapi perkara Djoko Tjandra," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu (12/9/2020).
Gelar perkara kasus Djoko Tjandra yang melibatkan KPK, Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung dihelat, Jumat (11/9/2020).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya sebatas menerima perkembangan penanganan perkara dari Bareskrim Polri dan Kejagung dalam ekspose pertama.
KPK memisahkan ekspose perkara Djoko Tjandra yang ditangani Bareskrim Polri dan perkara yang ditangani Kejagung.
Ekspose dilanjutkan dengan kasus dugaan suap untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) yang ditangani Kejagung.
Pada kasus ini, penyidik telah menyematkan status tersangka terhadap Pinangki Sirna Malasari (PSM) dan Anita Kolopaking (ADK), pengacara Djoko Tjandra.
Terkait kasus suap tersebut, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta KPK membahas hasil temuan saat gelar perkara dengan Kejagung.
"KPK hendaknya mendalami aktifitas PSM dan ADK dalam rencana pengurusan fatwa dengan diduga sering menyebut istilah 'bapakmu' dan 'bapakku'," kata Boyamin lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Jumat (11/9/2020).
Namun KPK enggan merespons permintaan MAKI untuk mendalami istilah tersebut.
"Dalam menggelar kasus itu berdasarkan bukti yang telah diperoleh."
"Sementara rumor atau cerita-cerita di luar alat bukti juga kami pertanyakan, tapi kendalanya masih belum mendapatkan bukti ke sana," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Ghufron mengatakan, pihaknya memahami kendala yang dihadapi Kejagung dalam mengusut tuntas kasus Pinangki termasuk mengenai pihak lain yang terlibat.
Menurutnya, penanganan perkara harus berdasarkan alat bukti, bukan rumor.
"Kami memahami bahwa kasus itu kan tidak bisa berdasarkan media, rumor tapi berdasarkan alat bukti," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: "Ambil Alih Kasus Pinangki Bukan Soal Berani atau Tidak."
(*)