Bak Tak Cukup Bawa-bawa Nama Menkumham Yasonna Laoly, Djoko Tjandra Ngaku-ngaku Diajak Bertemu Ma'ruf Amin di Kuala Lumpur, Jubir Wapres: Saya Nggak Ngerti Ada Cerita Seperti Itu

Sabtu, 27 Februari 2021 | 08:42
Tribunnews/Irwan Rismawan

Terdakwa kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra saat sidang lanjutan kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa MA dengan terdakwa Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2020).

GridHot.ID - Kasus red notice Djoko Tjandra terus bergulir di meja hijau.

Beberapa waktu lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly bahkan dituding ikut masuk dalam pusaran kasus Djoko Tjandra.

Kini, nama Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun disebut-sebut dalam persidangan kasus tersebut.

Melansir Kompas TV, Yasonna H Laoly bereaksi usai dituding telah mencabut nama Djoko Tjandra dari sistem pencekalan.

Baca Juga: Identitas Sudah Dikantongi, MAKI Ungkap Sosok 'King Maker' yang Dilobi Jaksa Pinangki untuk Bantu Urus Fatwa Djoko Tjandra: Aparat Penegak Hukum Jabatan Tinggi

Tudingan tersebut sebagaimana disampaikan eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte.

Yasonna mengatakan, Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkumham mencabut nama buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra atas rekomendasi yang diberikan aparat penegak hukum.

Penegak hukum yang dimaksud Yasonna dalam hal ini adalah Divisi Hubungan Internasional Polri karena Djoko Tjandra mengupayakan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) saat hendak masuk maupun keluar dari Indonesia.

Dengan demikian, Yasonna mengatakan Dirjen Imigrasi tak bisa asal mencabut nama Djoo Tjandra tanpa rekomendasi dari polisi atau jaksa.

Baca Juga: Bisa Habiskan Uang Rp 70 Juta Per Bulan Meski Gajinya Tak Seberapa, Jaksa Pinangki Terbukti Terima Suap dari Djoko Tjandra, Harta Warisan Suami Pertama Hanya Alasan Mengada-ada

“Protap (prosedur tetap) di Imigrasi itu pencekalan maupun pencabutan pencekalan dilakukan atas permintaan APH (Aparat Penegak Hukum), bukan suka-suka kita (Kemenkumham)” kata Yasonna sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (23/2/2021).

“Kalau APH minta cekal, kita cekal, kalau minta hapus kita hapus. Itu ketentuan hukumnya,” sambungnya.

Ia pun mengatakan pihaknya telah menyampaikan keterangan tersebut dalam rangkaian proses pemeriksaan.

“Dirjen Imigrasi dan Sesditjend sudah memberi keterangan dan penjelasan tentang hal tersebut di Bareskrim dan Kejaksaan Agung,” kata Yasonna.

Dilansir dari Tribunnews.com, kali ini, terdakwa kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Djoko Tjandra, menyeret nama Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam kasus yang membelitnya.

Baca Juga: Menangis Terisak, Jaksa Pinangki Akui Hidupnya Hancur Setelah Terlibat Kasus Djoko Tjandra: Andai Bisa Membalik Waktu, Ingin Rasanya Mengabil Pilihan Berbeda

Djoko Tjandra mengaku pernah diajak oleh saksi bernama Rahmat untuk bertemu Ma’ruf di Kuala Lumpur, Malaysia.

Pernyataan itu disampaikan Djoko saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Mulanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya ke Djoko tentang perkenalannya dengan Rahmat.

Jaksa lantas mengarahkan pertanyaan soal pernah tidaknya menceritakan permasalahan hukum yang menjerat dirinya, yakni dalam kasus hak tagih (cessie) Bank Bali.

Antara via Kompas.com

Djoko Tjandra

"Apakah saudara menceritakan ke Rahmat terkait permasalahan hukum?" tanya jaksa di persidangan.

Baca Juga: Jadi Kandidat Terkuat Pengganti Idham Azis, Ini Sederet Kasus yang Pernah Ditangani Komjen Listyo Sigit, Dari Kasus Penyiraman Novel Baswedan hingga Djoko Tjandra

Djoko Tjandra menjawab ia tak pernah bercerita apapun terkait permasalahan hukumnya. Namun menurutnya Rahmat sudah mengetahui duduk perkara permasalahan hukum dirinya.

"Saya tidak pernah menyampaikan tapi mereka tahu," ucap Djoko Tjandra.

Setelah itu Djoko Tjandra menceritakan soal Rahmat yang sempat mengajaknya bertemu Ma'ruf Amin di Kuala Lumpur.

Ajakan itu disampaikan Rahmat melalui sambungan telepon.

“Dia (Rahmat) telepon saya, (bilang) ’Pak Djoko kita mau ke Malaysia karena ada kunjungan kerja’. Beliau bilang Pak Kiai, panggilannya Abah, mau ke Kuala Lumpur, yaitu yang sekarang jadi Wapres kita, mau ke KL,” kata Djoko Tjandra

Meski demikian, pertemuan itu tidak pernah terealisasi. Hal itu karena Ma’ruf Amin batal melalukan kunjungan kerja ke Malaysia.

Baca Juga: Ingat Kasus Suap Djoko Tjandra ke Jaksa? Pinangki Nangis-nangis Minta Belas Kasih JPU dan Hakim: Hidup Saya Sudah Hancur, Tak Ada Artinya Lagi

“Saya bilang, oh dengan senang hati, (untuk) waktu tidak ditentukan kapan, itu saya dengar lagi badannya kurang enak badan jadi nggak jadi datang,” cetus Djoko.

Rahmat sendiri adalah orang yang disebut mengenalkan Djoko ke jaksa Pinangki Sirna Malasari.

Melalui Rahmat, Pinangki berhasil menawarkan upaya hukum pengurusan fatwa MA kepada Djoko.

Kolase Tribun Kaltim
Kolase Tribun Kaltim

Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki

Rahmat dalam persidangan terdakwa Pinangki Sirna Malasari yang juga terseret kasus yang sama mengakui mempunyai kedekatan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Baca Juga: Menangis Terisak Dicecar Soal Djoko Tjandra, Pinangki Beri Kesaksian Mencla-mencle, Hakim: Saya Tadi Lihat Saudara Ketawa-ketawa

Kedekatannya dengan Ma’ruf itu saat masih duduk sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dia mengaku pernah berfoto bersama Ma’ruf Amin.

“Pernah Pak (berfoto) pasti orang saya dampingi kok,” ujar Rahmat saat bersaksi untuk terdakwa Pinangki Sirna Malasari, Senin, 9 November 2020 lalu.

Dia menegaskan, pernyataan ini disampaikan secara jujur dan tidak mengada-ada. “Iya jujur,” tegas Rahmat.

Ma'ruf Amin Membantah

Terkait cerita Djoko Tjandra itu, Juru Bicara Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Masduki Baidlowi menegaskan bahwa Wapres Ma'ruf Amin tidak pernah terlibat kasus tersebut.

"Nggak ada itu, jadi itu Wapres tidak ada urusan hal-hal seperti itu dan tidak pernah ada hal yang cerita seperti itu. Itu saya nggak ngerti ada cerita seperti itu. Saya kira nggak ada hubungan," kata Masduki kepada wartawan, Kamis (25/2/2021).

Masduki mengatakan, Ma'ruf Amin tidak pernah menjalin komunikasi dengan pihak yang ingin mempertemukan Ma'ruf Amin dengan Djoko Tjandra. Dia menegaskan Ma'ruf Amin tidak tahu rencana tersebut.

Baca Juga: Terjerat Kasus Pembersihan Nama Djoko Tjandra, Tommy Sumardi Nyatanya Pernah Jadi Karyawan Setya Novanto, Terkenal Punya Banyak Koneksi di Polri

"Jadi nggak ada cerita itu, Pak Wapres tidak tahu-menahu soal itu, nggak ada itu ya. Pokoknya nggak ada cerita, Wapres nggak ada cerita seperti itu dan tidak tahu-menahu dengan cerita itu," tegasnya.

Jaksa Pinangki Minta USD 100 Juta

Selain bercerita tentang ajakan bertemu Ma'ruf Amin, Djoko Tjandra juga menceritakan tentang Pinangki Sirna Malasari yang pernah "meminta" uang USD 100 juta (sekitar 1,4 triliun) kepadanya.

Istimewa - Kolase via Gridhot

Kolase foto pertemuan Anita Kolopaking, Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki dengan foto Jaksa Pinangki mengenakan baju tahanan

Hal itu terjadi ketika mereka bertemu di Malaysia pada 25 November 2019.

”Ada suatu event di mana pada tea time tanggal 25 November, jam 17.00 atau 18.00 (waktu Malaysia), kita lagi minum kopi, ada cetus dari Pinangki 'wah Pak Djoko bangun gedung ini berapa miliar'. Saya bilang 'habis USD 5,5 miliar'. Kata dia, 'wah ini gedung kebanggaan Indonesia dibangun oleh orang Indonesia', saya bilang amin," ungkap Djoko.

Djoko Tjandra mengatakan saat itu Pinangki melontarkan pernyataan terkait permintaan USD 100 juta jika Djoko Tjandra berhasil pulang ke Indonesia tanpa dieksekusi. Saat itu Djoko mengaku tidak menanggapi Pinangki.

Baca Juga: Urus Red Notice di Polri, Djoko Tjandra Ngaku Dimintai Rp 25 Miliar oleh Tommy Sumardi: Hanya Membersihkan Nama Saja Banyak Banget

"Dia bilang 'wah untuk Pak Djoko kalau pulang, buang USD 100 juta nggak apa kan'. Jadi nggak spesifik, saya nggak tanggapi (Pinangki). Itu bisa jadi ditangkap ada permintaan USD 100 juta. Jadi nggak spesifik mereka minta USD 100 juta. Hanya bilang kalau saya pulang, buang USD 100 juta nggak ada masalah," katanya.

Djoko Tjandra juga mengatakan Pinangki saat bertemu dengannya menawarkan tentang fatwa Mahkamah Agung.

Djoko menyebut Pinangki mempresentasikan langsung rencana pengajuan fatwa MA itu.

"Mekanisme yang ditawarkan saat itu adalah mekanisme yang disebut namanya fatwa MA. Kira-kira fatwa itu akan bersurat Kejagung kepada MA, dan MA mengeluarkan fatwa. Lalu, pihak Kejagung membuat SE terhadap fatwanya. Pinangki jelaskan itu," jelasnya.

Namun Djoko Tjandra akhirnya menolak action plan berisi 10 poin yang diajukan Pinangki itu. Ia ragu terhadap action plan yang diterimanya dari Andi Irfan Jaya itu.

Baca Juga: Rugikan Negara Hingga Rp 904 Miliar, Djoko Tjandra Kini Ngemis ke Hakim Minta Dibebaskan dari Segala Tuntutan, Usianya yang Sudah Tua Jadi Senjatanya di Persidangan

"Setelah saya terima action plan itu, saya baca dari 10 butir action plan, tidak ada satu dari action plan itu yang bisa saya mengerti, maksudnya, satu, misalkan, meminta kepada saya memberikan security deposit dengan memberikan hak-hak absolut, substitusi, untuk menggadaikan aset saya, memberikan wewenang kepada mereka menentukan harga dan menjual dengan waktu kapan saja," kata Djoko Tjandra.

"Security deposit yang dimintakan kepada saya itu, itu selama hidup saya selama ini sebagai pengusaha lebih dari 55 tahun, tidak pernah saya baca surat kuasa seperti itu," tambahnya.

Alasan kedua, Djoko Tjandra meragukan rencana kerja di poin kedua terkait rencana Kejaksaan Agung bersurat ke MA.

Baca Juga: Panik hingga Asam Lambungnya Kambuh Lihat Berita Soal Pinangki, Andi Irfan Spontan Buang iPhone 8 Miliknya ke Pantai Losari: Saya Juga Foto dengan Djoko Tjandra

Menurutnya, rencana itu tidak lazim dan mustahil terjadi. "Saya menganggap itu sesuatu yang tidak lazim, dan tidak mungkin bisa terjadi," tegasnya.

Dia juga kesal karena isi action plan itu kebanyakan meminta uang. Padahal, kegiatan kerja belum tertuang di action plan itu.

"Belum juga kerja, itu baru proposal, saya sudah ditagih lagi 25 persen consultant fee, yang mana mereka belum juga kerja," ucapnya.

"(Poin action plan) lima, enam, tujuh, itu semua sifatnya tidak masuk di akal. Sehingga pada poin ke-8 mereka meminta saya membayar USD 10 juta," tambahnya.

Djoko Tjandra mengaku sudah mempelajari action plan itu sebanyak dua kali. Dia menilai action plan itu sebagai modus penipuan yang dibuat Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya.

Baca Juga: Bak Balas Jasa Sering Dapatkan 'Job' Pelatihan dari Anita Kolopaking, Pinangki Langsung Kenalkan Sang Pengacara ke Djoko Tjandra: Beliau Sering Kasih Saya Kerjaan

"Saya mengatakan kepada Anita Dewi Kolopaking, ini sifatnya penipuan, ini bukan proposal. Ini proposal penipuan, saya tidak mau lagi berhubungan dengan orang-orang itu," ujar Djoko Tjandra.

Dalam kasus ini Djoko Tjandra didakwa bersama Tommy Sumardi memberikan suap ke dua jenderal polisi, yaitu mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte senilai SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.

Kepada mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo senilai USD 150 ribu.

Baca Juga: Irjen Napoleon Tertawa Saat Disinggung Minta Jatah Rp 7 Miliar untuk 'Petinggi Kita', Eks Kadivhubinter: Anda Ingin Mengadu Saya dengan Pimpinan Polri?

Djoko Tjandra juga turut didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah SGD 500 ribu untuk mengurus fatwa MA.

Pengurusan fatwa ini agar Djoko Tjandra terbebas dari hukuman dua tahun penjara kasus hak tagih Bank Bali. (*)

Tag

Editor : Desy Kurniasari

Sumber Tribunnews.com, Kompas TV