Gridhot.ID - Jaksa Pinangki mencatut nama pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA) dalam upaya mengurus fatwa Djoko Tjandra.
Ia memasukkannama Jaksa Agung SanitiarBurhanuddin dan mantan Ketua MA, Hatta Ali dalam proposal action plan yang disodorkan pada Djoko Tjandra.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono pun membenarkan hal tersebut.
"Betul pak nama besar sudah disebutkan dalam surat dakwaan (Pinangki) di sana disebutkan bahwa inisial BR adalah Pak Burhanudin itu adalah Pak Jaksa Agung saya."
"Pak Jaksa Agung tidak pernah menghalang-halangi untuk menyebutkan nama itu," kata Ali dalam rapat Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/9/2020).
Ali mengatakan, action plan tersebut tidak dijalankan Pinangki karena kesepakatan dibatalkan Djoko Tjandra.
Adapun terkait action plan tersebut, kata Ali, akan dijelaskan lebih jauh di pengadilan.
"Tapi dalam action plan ini tidak dijalankan Pinangki oleh karenanya rencana mengajukan fatwa di bulan Desember diputus syaratnya oleh Djoko Tjandra. Nanti kita tunggu perkembangannya di sidang," ujar dia.
Awalnya, anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al Habsyi mempertanyakan mengenai munculnya nama Jaksa Agung dalam action plan jaksa Pinangki.
Ia meminta Jaksa Agung memberikan penjelasan kepada Komisi III terkait action plan tersebut.
"Saya rasa saat ini adalah kesempatan yang bagus untuk bapak sendiri, untuk menjelaskan, memberikan klarifikasi soal ini sebaik mungkin," kata Aboe.
Sebelumnya, Pinangki memasukkan nama sejumlah pejabat dalam action plan atau semacam proposal untuk kepengurusan fatwa Djoko Tjandra di MA.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (23/9/2020), terungkap adanya 10 poin dalam action plan tersebut.
Poin pertama penandatangan security deposit atau akta kuasa jual yang akan dilaksanakan pada 13-23 Februari 2020 dengan Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya sebagai penanggung jawab.
"Action yang kesatu adalah penandatangan security deposit atau akta kuasa jual, yang dimaksudkan oleh terdakwa sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Joko Soegiarto Tjandra tidak terealisasi," kata jaksa dalam siaran langsung YouTube KompasTV.
Poin kedua, pengiriman surat dari pengacara kepada pejabat Kejagung bernama Burhanuddin. Adapun Jaksa Agung saat ini bernama Sanitiar (ST) Burhanuddin.
"Action yang kedua adalah pengiriman surat dari pengacara kepada BR (Burhanuddin/pejabat Kejaksaan Agung)," ucap dia.
Surat yang dimaksud yakni permohonan fatwa dari pengacara kepada Kejagung agar diteruskan kepada MA.
Langkah kedua ini rencananya dilakukan pada 24-25 Februari 2020 dengan penanggung jawab Andi Irfan serta Anita Kolopaking.
Fatwa itu menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga ia dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara di kasus itu.
Kemudian, Pinangki memasukkan nama mantan Ketua MA Hatta Ali dalam poin ketiga.
"Action yang ketiga adalah BR (Burhanuddin/pejabat Kejagung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/pejabat MA)," kata jaksa.
Menurut jaksa, poin ketiga yang dimaksud Pinangki adalah tindak lanjut dari surat pengacara yang sebelumnya dikirim terkait permohonan fatwa di MA.
Poin ini menjadi pertanggungjawaban Pinangki serta Andi Irfan Jaya dan rencananya dilakukan pada 26 Februari-1 Maret 2020.
Poin keempat, pembayaran tahap I atas kekurangan consultant fee sebesar 250.000 dollar AS kepada Pinangki dari Djoko Tjandra yang direncanakan pada 1-5 Maret 2020.
Ini merupakan pembayaran lanjutan setelah Djoko Tjandra memberi uang muka sebesar 500.000 dollar AS atau 50 persen dari total imbalan yang dijanjikan.
Poin kelima, pembayaran biaya media konsultan dari Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500.000 dollar AS.
Pembayaran yang dimaksud untuk mengkondisikan media itu direncanakan pada 1-5 Maret 2020.
Lalu, nama Burhanuddin dan Hatta Ali kembali muncul pada poin keenam.
"Action keenam adalah HA (Hatta Ali/pejabat MA) menjawab surat BR (Burhanuddin/pejabat Kejagung), yang dimaksudkan oleh terdakwa adalah jawaban surat MA atas surat Kejaksaan tentang permohonan fatwa," kata jaksa.
Penanggung jawab dalam langkah keenam ini adalah Hatta Ali, Anita Kolopaking dan seseorang berinisial DK yang belum diketahui namanya.
Poin ketujuh berisikan bahwa Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali agar jajaran Kejagung melaksanakan fatwa MA.
Langkah ketujuh yang direncanakan dilakukan pada 16-26 Maret 2020 ini menjadi tanggung jawab Pinangki serta seseorang berinisial IF yang belum diketahui identitasnya.
Selanjutnya, poin kedelapan adalah Djoko Tjandra membayarkan security deposit senilai 10 juta dollar AS apabila poin nomor 2, 3, 6, dan 7 berhasil dilaksanakan.
Poin kesembilan menyatakan Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa perlu menjalani hukuman di kasus Bank Bali yang rencananya terlaksana pada April-Mei 2020.
Poin terakhir adalah pelunasan biaya kepada Pinangki sebesar 250.000 dollar Amerika Serikat dari total 1 juta dollar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra.
Akan tetapi, meski Djoko Tjandra sudah memberikan uang muka melalui perantara kepada Pinangki, tidak ada satu poin pun dalam action plan yang terlaksana.
Djoko Tjandra kemudian membatalkan kerja sama mereka pada Desember 2019 dengan cara menulis tangan "NO" pada kolom catatan dari action plan.
"Kecuali pada action yang ke-7 dengan tulisan tangan 'Bayar Nomor 4, 5’, yaitu apabila action ke-4 dan 5 berhasil dilaksanakan," kata dia.
"Serta action ke-9 dengan tulisan tangan 'Bayar 10 M' yaitu bonus kepada Terdakwa apabila action ke-9 berhasil dilaksanakan," ucap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: "Nama Jaksa Agung Burhanuddin Disebut dalam "Action Plan" Jaksa Pinangki"
(*)