GridHot.ID - Insentif bagi tenaga kesehatan merupakan sebuah angin segar di tengah pandemi.
Bagaimana tidak? Mereka harus berjuang di garda terdepan untuk menangangi pandemi covid-19.
Mengutip Kompas.com, intensif tenaga kesehatan pada 2020 mengacu Keputusan Menkes RI Nomor HK.01.07/Menkes/447/2020 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/392/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19 diatur besaran insentif untuk para tenaga kesehatan (nakes).
Dilansir dari Sripoku.com, relawan Covid-19, dr Tirta membongkar metode pemotongan insentif yang dialami para tenaga kesehatan (nakes).
Begitu mengebu gebunya dr Tirta mengungkap praktek pemotongan insentif tersebut.
Ia mengaku banyak mendapat keluhan dari para nakes, soal pemotongan insentif yang dialami nakes.
"Banyak..banyak pihak rumah sakit yang memotong insentif," kata dr Tirta, Selasa (16/3/2021) dikutip dari program Fakta TVone.
Bahkan dr Tirta berani membongkar metode pemotongan tersebut.
Ia menjelaskan, metode yang digunakan oleh rumah sakit yakni dengan cara pukul rata.
Menurut dia, tenaga kesehatan yang mendapat insentif yaitu nakes yang menangani pasien covid-19.
"Insentif dari pemerintah yang turun ke rumah sakit, dari situ dijumlah, untuk direktur untuk HRD nya juga, tanpa persetujuan dokter tersebut," kata dia.
Menurut dia, sebenarnya tidak dipermasalahkan hal ini oleh dokter dan perawat, uangnya itu dibagi-bagi.
Tapi kata dr Tirta mereka minta di konpromikan dulu. Karena yang menangani pasien dan tidak menangani pasien itu harus mendapatkan berbeda.
"Ini kasusnya ada, tapi rata-rata dari mereka tau dipecat," kata dia.
Kedua kata dr Tirta menjelaskan, uang insentif dipakai untuk menalangi rumah sakit.
"Satu kedua metode satu kedua nyangkutnya ke rumah sakit," kata dia.
Sedangkan metode ketiga memang belum cair.
Pengakuan Nakes
Seorang nakes yang setiap hari bekerja di bagian tenaga medis lainnya ini mengaku seharusnya menerima insentif Rp 5 juta per bulan.
Hal ini kata dia, berdasarkan surat yang dikeluarkan Kemenkes.
Namun kenyataannya dirinya menerima insentif tahap pertama hanya Rp 4 juta.
Padahal seharusnya dirinya menerima insentif tahap pertama itu sebesar Rp 15 juta.
"Harusnya Rp 15 juta kalo berdasarkan SK Permenkes," kata dia.
Begitu juga saat dirinya menerima insentif tahap kedua.
Kali ini ia mengaku insentif yang diterima lebih besar dibandingkan tahap pertama yakni sebesar Rp 6 juta.
Tapi insentif ketiga dirinya hanya menerima Rp 2,2 juta per dua bulan.
"Kalo berdasarkan surat Kemenkeskan itu Rp 5 juta perbulan, kalo tiga bulan itu Rp 15 juta," kata dia.
Namun ia mengaku tak pernah melakukan komunikasi dengan pihak rumah sakit terkait insentif tersebut.
menurut dia, komunikasinya itu hanya dilakukan di awal. Dimana dari pihak rumah sakit.
Nakes itu berujar dari rumah sakit memberikan pengumuman soal insentif yang akan turun.
Tapi akan ada pemotongan untuk non medis.
Seperti sekuriti, admin bagian yang membantu. tapi kata dia, managemen pun ternyata dapat dari insentif tersebut.
"Managemen RS juga dapet, kaya keuangan dan lain lain" kata dia.
Selanjutnya ia menjelaskan, insentif itu berhenti di Bulan November 2020.
Membuat mereka para nakes bingung, pihak rumah sakit tak ada transparansi, kenapa setiap tiga bulan itu beda mereka menerima insentif.
Menurut dia, dirinya pernah mengajukan pertanyaan itu, tapi jawaban dari pihak RS karena ada penilaian lain dari rumah sakit.
Insentif itu kata dia, ditransfer yang digabung dengan gaji.
"Bukti transfernya tulisannya bukan dari kemenkes tapi dari gaji," kata dia.
Sehingga pertiga bulan awal itu satu unit bisa beda-beda nominal yang menerima insentif tersebut. Misalnya kata dia, di IGD ada lima perawat.
Setiap lima orang perawat ini mendapat insentif beda beda.
"Misalnya aku dapatempat nih, temenku dapat empat tiga, temenku lagi lima dua, jadi kan sirik sirikan. Padahal kita sama loh di IGD," kata dia.
Tak ada Pemotongan
Sementara itu, Jubir Kemenkes dan Covid-19, DR. Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, regulasinya sudah jelas, tidak ada pemotongan untuk nakes.
Menurut dia, pemotongan itu terjadi karena kebijakan lokal.
"Kita tahu sebenarnya sebagian besar, pemotongan ini sudah diinformasikan lebih awal, karena itu internal" kata dia.
Kebijakan ini diambil, mengingat dalam sesuatu, proses pelayanan kesehatan itu tidak hanya dokter dan perawat saja.
Tapi ada juga tenaga pendukung lainnya bukan medis.
"Misalnya yang melakukan pembersihan APD pembersihan ruangan, itu juga berisiko terpapar, tapi tidak termasuk dalam penerima insentif," kata dia.
Pihaknya sudah tegaskan tidak ada pemotongan insentif.
"Ini sebagai apresiasi, akibat dedikasi para nakes yang berjuang melawan covid-19," kata dia. (*)