Tetapi, pada ayat (5) tertulis bahwa PNS yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan uang pemberhentian sementara.
Uang pemberhentian tersebut tertuang dalam ayat (6) yang berbunyi "Uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan jabatan terakhir sebagai PNS sebelum diberhentikan sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan."
Sementara pada ayat (7) menyebutkan bahwa, penghasilan jabatan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan dan tunjangan kemahalan umum apabila ada sampai dengan ditetapkannya peraturan pemerintah yang mengatur gaji, tunjangan dan fasilitas PNS berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Lalu di ayat (8) dijelaskan, uang pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan pada bulan berikutnya sejak ditetapkannya pemberhentian sementara.
Kemudian, ayat (9) menyebut pemberhentian sementara ini berlaku sampai dengan (a) dibebaskannya tersangka dengan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan oleh pejabatan yang berwenang, atau (b) ditetapkannya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sebelumnya, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa Pinangki masih diberhentikan sementara hingga putusannya Inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Ia menyebut bahwa jaksa Pinangki berstatus diberhentikan sementara sebagai ASN dan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejagung.
"Yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatan PNS, maka secara otomatis jabatan yang melekat pada PNS juga berhenti sementara," ujar Leonard, pada Rabu 16 Juni 2021 lalu.
Dalam kasus tersebut Pinangki terbukti telah melakukan tiga tindak kejahatan seperti penerimaan suap dari Djoko Tjandra, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pemufakatan jahat.