Gridhot.ID - Afghanistan memang sedang menjadi sorotan dunia akhir-akhir ini.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, hal ini diakibatkan Taliban yang kini berkuasa di negara tersebut.
Taliban dengan entengnya menguasai Afghanistan padahal negeri tersebut masih memiliki pasukan elite.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Pasukan elite Afghanistan menyatakan janjinya untuk menumpas habis Taliban di tengah persiapan melakukan perlawanan kembali.
Kekuatan mereka dihimpun lagi oleh Wakil Presiden Afghanistan, Amirullah Saleh, setelah mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin sah negara tersebut.
Saleh menyerukan konsentrasi pasukan elite Afghanistan di Lembah Panjshir, sekitar 128 km dari Kabul. Tempat itu adalah satu-satunya yang belum dikuasai Taliban.
Nasib pasukan elite Afghanistan usai ditinggal AS
Dilatih oleh Amerika Serikat (AS) dan dilengkapi dengan peralatan canggih, pasukan elite Afghanistan adalah senjata garis depan melawan Taliban.
Akan tetapi, berkurangnya dukungan militer AS membuat mereka tak bisa berbuat banyak seperti dulu lagi.
Dengan berakhirnya kehadiran pasukan AS di Afghanistan secara efektif, serangan cepat Taliban melahap wilayah pedesaan dan mengepung kota-kota yang dikuasai pasukan pemerintah.
Agresifnya Taliban menimbulkan tekanan besar pada unit-unit pasukan elite, yang terus-menerus dikirim ke pusat medan perang di mana pasukan reguler menyerah kepada milisi.
Kepala Komando Operasi Khusus Mayor Jenderal Haibatullah Alizai mengatakan, pengurangan tajam dukungan udara AS menghambat operasi.
"Ini lebih menantang hari ini. Sementara kami berjuang di sebagian besar wilayah, di beberapa garis depan, itu semakin sulit. Tapi, kami tidak punya pilihan. Ini negara kami," kata Alizai kepada AFP, Rabu (4/8/2021). Pembunuhan brutal terhadap kelompok elite pasukan khusus pada Juni, setelah bala bantuan tak bisa datang, adalah ilustrasi gamblang tentang bagaimana mereka bisa terisolasi dan dikalahkan.
"Tidak pernah kalah dalam pertempuran"
Mengenakan kacamata penglihatan malam, senapan buatan AS, dan peralatan tempur modern lainnya, pasukan khusus Afghanistan sempat mengejutkan Taliban ketika mereka pertama kali muncul pada 2008.
Para pelatih mereka dari Amerika memujinya sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan, yang pada akhirnya dapat membantu Pemerintah Afghanistan memberantas Taliban dan mempercepat keluarnya AS.
"Operasi khusus di Afghanistan diciptakan secara unik menurut citra kami sendiri," kata Todd Helmus, analis RAND Corporation yang berbaur dengan tentara di lapangan pada 2013, kepada AFP.
"Mereka sangat bagus. Mereka sangat terlatih. Mereka tahu cara menembak, bergerak, dan berkomunikasi."
Di negara di mana pelatihan untuk tentara lokal sering kali belum sempurna, latihan untuk pasukan khusus sangat intensif, yaitu 14 minggu latihan menembak, taktik regu, serangan udara, dan latihan tembakan langsung.
Kontraktor swasta berperan menghimpun personel pasukan khusus Afghanistan.
Sebuah iklan pekerjaan online dari raksasa pertahanan AS Raytheon yang sekarang sudah kedaluwarsa berbunyi, mereka mencari kandidat untuk Ktah Khas (KKA), salah satu divisi pasukan khusus paling elite yang terdiri dari tentara, polisi, dan intelijen unit agensi. Dalam 10 tahun, jumlah mereka bertambah banyak, walau tidak diketahui angka pastinya. Namun, dua sumber keamanan mengatakan kepada AFP, ada sekitar 56.000 personel pasukan khusus yang terdiri dari tentara, polisi, dan dinas intelijen.
"Tentara pemberani ini tidak pernah kalah perang, dan mereka tidak akan pernah kalah," kata komandan pasukan AS di negara itu, Jenderal John Nicholson, pada 2017.
Pada tahun yang sama, pasukan elite Afghanistan menjadi memukau publik karena perannya dalam membunuh Abdul Hasib, ketua ISIS di Afghanistan.
Namun, sementara Mayor Jenderal Alizai mengatakan kepada AFP bahwa mereka sekarang dilatih oleh warga Afghanistan lainnya, analis berpendapat bahwa pasukan khusus selalu terlalu bergantung pada bantuan asing, mulai dari pengumpulan intelijen hingga logistik, yang membuat mereka pada dasarnya bisa jadi lemah setelah penarikan AS dan NATO.
"Kami melihat kegagalan kebijakan itu, sekarang ada pengakuan natural bahwa jelas kami perlu melatih unit-unit ini untuk bertarung sendiri, sehingga mereka tidak membutuhkan kami lagi," kata Helmus dari RAND.
Rentan jika ditinggalkan
Dengan penarikan AS yang hampir selesai, pasukan elite Afghanistan menjadi garis pertahanan terakhir melawan Taliban.
"Satu-satunya hal yang menghambat kemajuan Taliban saat ini adalah pasukan khusus dan angkatan udara," ujar Vanda Felbab-Brown, rekan senior di Brookings Institution, kepada AFP saat milisi belum menguasai Afghanistan.
Pengerahan cepat saat itu berhasil mempertahankan Qala-i-Naw, ibu kota provinsi pertama yang diserang Taliban sejak pasukan asing mulai menarik diri pada Mei, serta Kandahar di selatan dan Herat di barat, untuk mencegah jatuhnya ibu kota provinsi di sana.
Di pusat-pusat pertempuran itu, pasukan khusus Afghanistan sering mendapati diri mereka kewalahan dan tanpa bantuan lokal.
Pada Juni contohnya, satu unit yang terdiri dari sekitar 24 pasukan khusus, yang dikirim untuk memperkuat pertahanan lokal, ditaklukkan oleh Taliban di provinsi utara Faryab.
Video yang diunggah online menunjukkan pasukan itu dieksekusi setelah menyerah.
Di antara yang tewas adalah Mayor Sohrab Azimi, bintang yang sedang naik daun di tentara Afghanistan yang kematiannya memicu kemarahan publik atas ketidakmampuan militer.
Ayahnya, pensiunan Jenderal Zahir Azimi, di media sosial menuduh para petinggi gagal memberikan dukungan yang cukup kepada unit putranya.
"Dalam kasus ini, pasukan operasi khusus ditinggalkan begitu saja oleh tentara reguler," kata Felbab-Brown dari Brookings.
"Mereka membiarkan pasukan komando dicabik-cabik."
Ada kekhawatiran bahwa hasil brutal seperti itu bisa terulang lagi, karena tentara Afghanistan menyerahkan lebih banyak wilayah kepada Taliban dan pasukan khusus dikerahkan untuk memerangi pertempuran yang semakin sulit dimenangi.
Akan tetapi, Mayor Jenderal Alizai menegaskan bahwa pasukannya bisa bertahan.
"Setiap hari kita kehilangan orang-orang hebat, pria-pria tangguh, para perwira yang sangat baik, NCO, dan tentara," katanya. "Itu tidak akan memengaruhi moral siapa pun... kami siap berkorban lebih banyak."
(*)