Gridhot.ID - Sindikat calo di rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru tahun 2021 di Ponorogo terbongkar.
Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengungkapkan, sebanyak 30 orang terlibat dalam praktik percaloan rekrutmen PPPK Guru 2021.
Mereka yang terlibat meliputi 28 aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Pemkab Ponorogo, satu pensiunan ASN dan pihak swasta.
Mengutip Kompas.com, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Ponorogo Andy Susetyo mengatakan, temuan itu berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Tim Khusus (Timsus) bentukan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Tim itu langsung diketuai Sekda Kabupaten Ponorogo, Agus Pramono.
Kepala BKPSDM menyatakan bahwa kasus calo rekrutmen PPPK Guru terjadi sekitar awal Juli 2021.
"Saat itu ada pria berinisial D pekerjaan swasta dari Kabupaten Jombang yang mengakui anggota Panitia Seleksi Nasional (Panselnas). Kemudian dia terhubung dengan salah satu pejabat eselon III inisial S yang saat itu jabatannya sebagai Kabid Ketenagaan di Dindik Kabupaten Ponorogo yang sekarang sudah pensiun," jelas Andi, Rabu (21/9/2022).
Selanjutnya S bersama satu pejabat fungsional Dindik yang masih aktif memfasilitasi pertemuan dengan guru yang ingin mendaftar seleksi PPPK Guru 2021.
Dalam pertemuan itu, guru yang mengikuti seleksi lewat D harus menitipkan ijazah sebagai jaminan.
Dalam pertemuan itu, disampaikan bila guru lulus tes seleksi PPPK maka mereka harus membayar Rp 70 juta per orang.
Kasus ini mulai terungkap setelah ada beberapa orang yang lulus tes PPPK tapi tidak membayar sesuai komitmen.
Para guru yang tidak membayar sesuai komitmen mendapatkan ancaman.
Pengancaman itu yakni pembatalan surat keputusan pengangkatan sebagai PPPK bila tidak segera melunasinya.
"Ada ancaman kepada korban kalau tidak membayar akan dibatalkan SK-nya. Dari persoalan itu bebagai langkah sudah kami lakukan. Kami bekerja bersama tim yang diketui pak Sekda selama 45 hari," tutur Andi.
Dari penelisikan dan pemeriksaan yang dilakukan tim, kata Andi, ditemukan keterlibatan dari berbagai pihak.
Selain 28 ASN di Pemkab Ponorogo, tim juga menemukan keterlibatan satu pihak swasta dan satu pensiunan PNS.
"Kesimpulannya ternyata yang terlibat pihak swasta inisialnya D berasal dari Jombang. Satu pensiunan pejabat ASN inisial S, dan pejabat fungsional berinisial S serta 27 P3K," jelas Andi.
Peran PPPK dalam kasus ini turut merekrut dan membantu mengumpulkan ijazah dan uang yang sudah dinyatakan lulus tes.
Namun uang itu tidak disimpan PPPK lantaran langsung diserahkan kepada D.
Total uang yang sudah terkumpul dan disetor ke D sebanyak Rp 600 juta dengan besaran setoran mulai dari Rp 60 juta hingga Rp 70 juta per orang.
Sedangkan ijazah yang masih tertahan di D sebanyak 16 lembar karena PPPK belum membayar komitmen setelah dinyatakan lulus.
Sementara total korban kasus ini sebanyak 27 orang.
Terhadap kasus itu, tim telah memutuskan memberikan sanksi kepada 28 ASN yang terlibat kasus calo.
Khusus untuk PNS diberikan sanksi berat dengan pembebasan jabatan. Sementara 27 PPPK dikenakan sanksi sesuai peran dan kesalahannya.
"P3K yang dikenakan sanksi sedang berat sebanyak 3, sedang-sedang sebanyak 9 orang dan sedang ringan sebanyak 15 orang. Untuk yang dikenakan sanksi berat dikenakan pemotongan gaji5 persen selama 12 bulan," tutur Andi.
Andi menambahkan Pemkab Ponorogo menginginkan agar D dan S diproses hukum di Polres Ponorogo.
Sementara itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko berjanji akan mengumumkan nama ASN yang terlibat dalam praktik percaloan.
Pengumuman itu disampaikan untuk menjawab tantangan publik agar kasus itu tak terulang.
Ia berharap, insiden ini bisa jadi pelajaran bagi semua pihak agar mengikuti mekanisme seleksi yang telah ditetapkan.
"Jangan mencari jalan pintas kemudian merugikan semua pihak," kata Sugiri, Selasa (20/9/2022).
Sugiri pun meminta para calo untuk segera mengembalikan ijazah korban dalam waktu3 bulan.
Jika tidak, akan dijerat dengan tindak pidana.
Ia juga menepis keterlibatan oknum pejabat eselon II dalamkasus calo PPPK di Pemkab Ponorogo ini.
(*)