Gridhot.ID - Polisi telah menetapkan Siti Anisa Nasution alias SAN (29) sebagai tersangka penipuan investasi dengan modus pinjaman online (pinjol) yang menyeret ratusan mahasiswa IPB.
Diketahui, sebanyak 317 orang menjadi korban penipuan investasi dengan modus pinjaman online dan 116 di antaranya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).
Hingga saat ini Kepolisian Resor Bogor, Jawa Barat baru menetapkan satu tersangka.
Namun, diduga kuat ada pihak lain yang membantu SAN memuluskan motifnya, termasuk mengenalkan ke para mahasiswa tersebut.
SAN merupakan perempuan pemilik toko online elektronik. Dia bukan mahasiswa IPB ataupun alumnus IPB.
Mengutip Kompas.com, penipuan yang dilakukan SAN berawal karena dia ingin meningkatkan rating toko online miliknya.
"SAN perannya menawarkan investasi dengan keuntungan 10 persen dalam projek itu," kata Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin di Mapolres Bogor, Cibinong, Kamis (17/11/2022).
Saat ini pihak kepolisian masih mendalami soal kenapa mahasiswa yang belum berpenghasilan bisa mengambil pinjaman online dalam kasus ini.
Adapun ratusan mahasiswa IPB harus berurusan dengan penagih utang karena pinjaman online yang mereka ajukan.
Para mahasiswa tersebut menjadi korban penipuan yang dilakukan oleh SAN yang mengiming-imingi investasi dengan keuntungan 10 hingga 15 persen melalui toko online.
Total jumlah korban ada sekitar 317 orang, di mana 116 merupakan mahasiswa IPB, dengan estimasi kerugian mencapai Rp 2,3 miliar.
Dengan adanya kasus ini, polisi juga melakukan investigasi terhadap 4 pinjol yang sejauh ini ikut terseret.
Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Yohannes Redhoi Sigiro mengatakan, 4 pinjol tersebut merupakan pinjol legal dan mempunyai izin dari pemerintah.
"Ada4 (pinjol yang digunakan). Sudah kami konfirmasi, dan keempatnya merupakan pinjol yang legal dan mempunyai izin dari pemerintah," kata Yohannes dalam program Kompas Petang, Jumat (18/11/2022).
Polisi juga akan menyelidiki kenapa mahasiswa yang notabene belum berpenghasilan, tetap bisa mengajukan pinjaman.
Menurut Yohannes, harus ada yang diubah dalam mekanisme pengajuan pinjaman online seperti dengan survei tempat tinggal seperti yang dilakukan oleh bank.
Yohannes mengatakan juga akan menyelidiki apakah ada hubungan dari pihak pinjaman online dengan pelaku dalam kasus penipuan berkedok pinjol yang menjerat ratusan mahasiswa IPB ini.
"Kami juga sedang mendalami hal tersebut. Jika nantinya ada indikasi hal itu terjadi, mungkin kami akan bisa telusuri ke sana," lanjut Yohannes.
"Tapi sampai saat ini belum kami temukan fakta yang mengarah ke sana di mana pelaku terafiliasi dengan pinjol tersebut."
Polisi pun akan mengecek berapa total kerugian yang dialami dengan pihak pinjol yang saat ini angkanya disebut mencapai Rp 2,3 miliar.
"Jadi total kerugian Rp 2,3 miliar itu berasal dari pelaku, di mana pelaku ini merekap utang pinjaman online yang dilakukan oleh korban," tutur Yohannes.
"Untuk kebenarannya akan kita kroscek nanti dengan pihak pinjaman online yang memang sudah terkonfirmasi diakui oleh pelaku dan cocok dengan keterangan korban," imbuhnya.
Sementara terkait latar belakang pelaku SAN, Yohannes menyebut tersangka adalah pegawai swasta dan pernah bekerja sebagai driver online hingga sales di bank.
"Background pelaku atau tersangka ini, dia mengaku selama ini kerjanya itu swasta. Bahkan, dia juga mengaku pernah menjadi driver online, pernah menjadi sales di bank," ujar Yohannes.
"Jadi basic-nya, saya lihat ketika saya interogasi langsung, dia pandai meyakinkan sesuatu," ucapnya.
SAN ditetapkan sebagai tersangka penipuan dan penggelapan dalam kasus yang menjerat ratusan mahasiswa IPB ini.
Ia pun dijerat dengan Pasal 378 dan 372 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Freelancer jasa pembuatan ATM
Salah seorang korban, DG menjelaskan SAN dikenal sebagai freelancer jasa pembuatan ATM
"Perempuan yang jelas. Lalu, lebih tua dari saya, umurnya 29 tahun, dia berjilbab. Terakhir dia kerja freelancer di salah satu bank. Untuk buka jasa buka ATM," kata DG dijumpai TribunnewsBogor.com di Mako Polresta Bogor.
DG melanjutkan, dia mengenal SAN pertama kali lewat adiknya yang juga mengalami nasib serupa dengannya.
"Setahu saya dia bukan mahasiswa IPB. Saya juga bukan IPB dan adik saya bukan IPB. Kenalnya saya dari adik saya yang teman dari SAN ini," tambahnya.
Alhasil, saat ini, DG harus membayar sekitar 6 juta tunggakannya atas koneksinya dengan SAN ini.
"Total tagihan saya ada 6 juta, kalau adik saya 20 juta. 6 juta itu saya 7 kali ajukan pinjol. Saya juga diminta belanja barang di toko online dia. Barangnya aksesoris HP," ungkapnya.
Namun, sebelum dirinya melaporkan kepada pihak kepolisian, DG sempat menemui SAN di kediamannya.
Bukannya mendapat jawaban, DG justru mendapat permasalahan baru. SAN yang didatangi olehnya enggan untuk membayar tagihannya itu.
"Karena saya sempat datangi dia tapi tidak ada hasil apa apa. Tagihan tetap menunggak. Sempat kasih waktu 30 hari itu ada perjanjian, tapi setelah itu pelaku tidak ada inisiatif hubungi korban. Kesimpulan kami dia tidak mau bayar tagihan kami," kata dia.
Dirinya pun kini harus rela berhadapan dengan debt collector yang kerap menggangu dirinya.
Bahkan, tercatat olehnya, puluhan kali debt collector menagih melalui sambungan telepon.
"Sempat, pernah satu hari 22 kali ditelepon debt colector. Di WA sampai 15 kali tapi alhamdulillah setelah dijelaskan pihak aplikasi mulai kendor nih nagihnya sekarang, mereka juga kooperatif," tambahnya.
Dirinya pun kini terus melengkapi berkas laporan kepada pihak kepolisian dalam hal ini Polresta Bogor Kota.
"Hari ini dalam rangka menambah berkas, ada korban bertambah. Saya kan posting berita soal penipuan via instagram. Terus banyak tuh yg DM yang juga ngaku ketipu sama pelaku. Akhirnya kita kumpulin semua, sekarang ada 333 orang. Itu sudah termasuk yang di IPB juga," tandasnya.
(*)