GridHot.ID - Polisi masih mendalami kasus keluarga yang tewas di Kalideres. Terbaru polisi menemukan barang bukti berupa lembar yang diduga mantra untuk ritual tertentu.
Dilansir dari Kompas TV, selain lembar yang diduga mantra, polisi juga menemukan kemenyan.
Polisi lantas menduga bahwa salah satu korban yakni Budiyanto menganut kepercayaan atau ritual tertentu.
"Atas nama Budiyanto cenderung dominan dan punya sikap positif terhadap ritual-ritual tertentu," ucap Kombes Hengki Haryadi selaku Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (30/11/2022).
Temuan berupa buku-buku lintas agama juga menjadi sorotan.
"Ada tulisan yang mensyaratkan adanya barang-barang tertentu dalam ritual ini," ucap Hengki.
"Di sisi lain ada buku-buku dari lintas agama,” tuturnya.
Dilansir dari TribunnewsBogor.com, temuan tersebut nantinya akan dikoordinasikan dengan saksi ahli dari bidang sosiologi agama.
"Kami akan mengundang ahli sosiologi agama, untuk melakukan analisa lebih lanjut terhadap tulisan yang ada di dalam buku mantra," ujar Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, Selasa (29/11/2022).
Hengki menyatakan, penyidik Polda Metro Jaya juga akan memeriksa patologi anatomi untuk mengetahui penyebab kematian.
"Saat ini sedang didalami para ahli kedokteran forensik gabungan dari kedokteran forensik Polri maupun RSCM atau Universitas Indonesia," ujar Hengki.
Sejauh ini, pihaknya belum bisa memastikan kepercayaan apa yang dianut oleh penghuni rumah tersebut.
Menurut Kombes Hengki Haryadi, mantra yang ditemukan itu tertulis dalam selembar kain.
"Ditemukan juga buku-buku lintas agama, serta mantra, dan kemenyan," ungkap Hengki.
Diduga kain bertuliskan mantra tersebut kerap digunakan salah seorang korban, yakni Budyanto untuk melakukan ritual tertentu.
"Ada beberapa (mantra) di kain. Diduga mantra," kata Hengki, Rabu (30/11/2022), dilansir Kompas.com.
Saat ini, pihaknya masih menganalisis mantra tersebut dengan melibatkan ahli yang berkompeten di bidangnya.
"Sedang kami teliti," ucap Hengki.
Penjelasan Pakar Pakar Ahli Psikologi Forensik, Reza Indrairi Amriel beberapa waktu lalu berspekulasi bahwa tidak menutup kemungkinan keluarga tersebut melakukan bunuh diri karena dimotivasi oleh nilai spiritualitas tertentu.
Menurut Reza Indrairi Amriel, satu keluarga tersebut berencana ingin meninggal dunia dengan damai.
"Damai menurut mereka tentunya," ucap Reza, menurut keterangan dari press release yang ia kirimkan kepada Tribunnews.com, Rabu (30/11/2022).
Kemudian, spekulasi kedua mengatakan bahwa kematian atau bunuh diri tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan.
Kesepakatan bahwa anggota termuda harus meninggal paling akhir dan menutup akses makanan bagi tiga anggota keluarga lainnya.
Dengan situasi yang demikian, maka peristiwa bunuh diri satu keluarga di Kalideres tersebut dianggap sebagai peristiwa yang disertai pidana.
Sebagaimana pada Pasal 345 KUHP tentang Penganjuran dan Pertolongan Bunuh Diri.
Namun, karena di Indonesia tidak mengenal istilah Posthumous Trial atau pengadilan yang diadakan setelah kematian terdakwa, maka Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) dapat menyatakan kasus ditutup.
Reza juga mengungkapkan bahwa masa pandemi Covid-19 juga memepengaruhi kesehatan mental seseorang.
Menurutnya kesehatan mental akibat pandemi tidak mendapatkan perhatian lebih karena terlalu fokus berperang pada pandemi.
"Jadi, bukan hanya virus yang mewabah. Tekanan batin dan serbaneka perilaku malasuai juga sepertinya menjadi pandemi, termasuk pemunculan sekte-sekte spiritualitas baru," ungkap Reza.
Reza mengungkapkan, bahwa apa pun yang menjadi penyebab kematian satu keluarga di Kalideres tersebut perlu selekasnya diselesaikan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Apa pun simpulan yang didapatkan, termasuk pada simpulan kasus yang tidak terpecahkan.
Hal tersebut perlu dilakukan agar pemberitaan dan obrolan mengenai kasus kematian satu keluarga tersebut juga berhenti.
"Sehingga tidak mendorong terjadinya penularan bunuh diri di tengah masyarakat," ungkap Reza.
Reza menambahkan, bahwa pada masa sekarang ini, gangguan jiwa sangat rentan mewabah (peringatan WHO).
Ekspos yang tinggi tentang bunuh diri dapat menginspirasi masyarakat, terutama mereka yang tergolong rentan untuk meniru perbuatan serupa. (*)