GridHot.ID - Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menelusuri harta benda tersangka kasus suap kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Dari penelusuran tersebut, ada empat tempat yang digeledah, yakni dua apartemen milik Jaksa Pinangki, lokasi dealer mobil, dan sebuah tempat di Sentul, Bogor, Jawa Barat.
"Apartemennya sudah kita geledah. Ada dua apartemen yang sudah kita geledah di daerah Jakarta Selatan," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah, Selasa (1/9/2020) sebagaimana dikutip dari Tribunnews.
Salah satu hasil penggeledahan yang disita yakni mobil mewah milik Pinangki jenis BMW SUV X5.
Selain itu, penyidik juga menyita sejumlah dokumen yang terkait kasus tersebut.
Febrie memastikan, pihaknya bekerja secara profesional dan menjerat tersangka berdasarkan alat bukti yang ditemukan.
Jaksa Pinangki akan dijerat dengan pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Masyarakat tanya kok TPPU belum dikenakan. Itu sudah kita kenakan," ucap Febrie di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Febrie mengatakan, penyidik sedang menelusuri aliran uang yang diduga diterima Jaksa Pinangki.
Diberitakan sebelumnya,Kejagung menetapkan Pinangki dan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sebagai tersangka.
Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra.
Keduanya diduga bekerja sama untuk mendapatkan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Fatwa tersebut diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam perkara Bank Bali yang menjeratnya.
Namun, temuan Kejagung mengungkapkan, pengurusan fatwa tersebut tidak berhasil.
Djoko Tjandra pun dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor atau Pasal 13 UU Tipikor.
Joko Tjandra kini menjalani hukuman di Lapas Salemba, Jakarta atas kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.
Sementara itu, Pinangki ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar.
Pinangki pun disangkakan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 250 juta.
Pejabat Tinggi Kejagung Telpon Djoko Tjandra
Adanya pejabat tinggi kejaksaan agung yang menelpon Djoko Tjandra diungkapkan Boyamin saat wawancara dengan Tribun Network Jumat (28/8/2020).
Berikut hasil wawancara selengkapnya:
1. Kabarnya Jaksa Pinangki mengajukan proposal kepada Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA). Fatwa apa yang dimaksud?
Rencananya, fatwa itu menyatakan putusan MA yang menyatakan Djoko Tjandra mendapat hukuman dua tahun penjara tidak bisa dieksekusi. Kira-kira begitu skenarionya.
Skenario itu sebenarnya tidak mungkin karena itu putusan pidana. Kalau perkara perdata masih mungkin.
Skenario Pinangki, Kejaksaan Agung akan memberi rekomendasi kepada Mahkamah Agung terkait fatwa yang menyatakan putusan pidana (vonis dua tahun penjara) kasus Djoko Tjandra tidak bisa dieksekusi.
Djoko Tjandra tampaknya percaya pada skenario itu dan berjanji kalau berhasil akan memberi imbalan 10 juta dolar AS setara Rp 150 miliar.
Menurut informasi yang saya dapat, dalam proposalnya Pinangki mengajukan anggaran 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,4 triliun.
Proses perjalanan berikutnya, scenario itu gagal. Dari hasilnya penyidikan terungkap Djoko Tjandra pernah memberikan semacam uang saku 500 ribu dolar AS (setara Rp 7,5 miliar) kepada Pinangki.
Tampaknya uang itu sudah dijadikan mobil, sehingga dealer BMW dipanggil oleh penyidik.
2. Setelah skenario pengurusan fatwa MA tidak berhasil, apa langkah berikutnya?
Skenario itu diketahui tidak akan berhasil setelah Anita Kolopaking sebagai pengacara Djoko Tjandra bertanya kepada kenalannya di MA.
Anita kemudian menawarkan skenario lain, yaitu mengajukan peninjauan kembali (PK) yang didaftarkan 8 Juni 2020.
Djoko Tjandra bahkan datang secara langsung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai persyaratan pengajuan PK.
Berangkat dari itu, maka kemudian saya runut lagi. Kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia dilengkapi surat jalan, surat bebas Covid-19, dan surat kesehatan.
Surat-surat itu terbit karena peran Brigjen Pol PU (Prasetijo Utomo) atas permintaan Anita Kolopaking dan Tommy Sumardi, pengusaha kenalan Djoko Tjandra.
Kemudian kita ketemukan surat pemberitahuan pencabutan red notice Interpol yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi.
3. Tommy minta tolong Brigjen PU agar diperkenalkan dengan Kepala NCB Interpol yang juga Kepala Divisi Hubungan Internasional (Hubiter) Polri Irjen Pol NB (Napoleon Bonaparte). Pertanyaan semua orang, apa mungkin surat-surat itu terbit secara gratis?
Brigjen PU mengaku mendapat hadiah dari Tommy Sumardi. PU menyebut pemberian uang 20 ribu dolar AS (setara Rp 350 juta) tidak ada kaitan dengan surat jalan.
4. Muncul informasi, ada seorang pejabat tinggi di Kejaksaan Agung RI menghubungi Djoko Tjandra lewat telepon. Apa yang Anda tahu soal hal itu?
Saya sudah melaporkan hal itu kepada Komisi Kejaksaan. Kalau saya berani melapor, 90 persen benar. Itu kejadiannya pada Juli 2020, pejabat tinggi tersebut menghubungi Djoko Tjandra.
Isi pembicaraan saya tidak tahu. Yang perlu diungkap, pejabat tinggi Kejaksaan Agung ini mendapat nomor telepon Djoko Tjandra dari siapa. Nomor HP itu hanya diketahui segelintir orang.
Kalaupun ada yang tahu nomor itu, belum tentu diangkat oleh Djoko Tjandra. Bisa jadi sudah ada konfirmasi sebelumnya bahwa ada yang mau menghubungi Djoko Tjandra.
Saya melapor ke Komisi Kejaksaan agar yang bersangkutan diperiksa untuk mengetahui dapat nomor HP itu dari siapa.
Kalau sudah diketahui nomor itu dari siapa, tentu harus ditanya apa kepentingannya orang tersebut kok bisa menyimpan nomor HP Djoko Tjandra, apakah ada kaitannya dengan Jaksa Pinangki.
5. Menurut Anda, mengapa Kejaksaan Agung keberatan menyerahkan penyidikan kasus Jaksa Pinangki kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Kemungkinan pertama, karena Kejaksaan Agung merasa mampu menyidik kasus itu. Kemungkinan kedua, khawatir akan terbuka lebar semuanya. Hal-hal yang beberapa waktu lalu tertutup menjadi terbuka.
Manakala terungkap semua, bisa menjadi sesuatu yang menghebohkan. Bisa jadi menjadi skandal hukum abad ini yang belum pernah ada yang menandingi sebelumnya.
Rangkaian kasus ini paling tidak melibatkan kepolisian, kejaksaan, dan imigrasi, dari sebuah kasus lama. Dari rangkaian ini setidaknya bisa menjadi kasus abad.
6. Menurut Anda, apakah kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Sabtu, 22 Agustus 2020 lalu, terkait dengan rangkaian kasus itu?
Senin, setelah kebakaran, saya menemui orang-orang yang kompeten. Saya dapat keterangan, dari sisi electrical, kebakaran itu tidak wajar. Artinya dari sisi korsleting (hubungan pendek arus listrik) tidak mungkin.
Kalau korsleting listrik mestinya hanya satu lokasi dan tidak merembet begitu cepat. Saya juga mendapat penjelasan dari ahli forensik kebakaran, tidak terlalu sulit mengetahui titik nol kebakaran itu.
Begitu pula asal api, apakah dari rokok, bensin, minyak tanah, atau dari korsleting listrik.
Manakala terjadi akibat korsleting listrik, bisa diketahui apakah ini korsleting biasa atau disengaja. Itu semua bisa dilacak asal tidak ada intervensi dan penyidik bekerja secara independen.
Dari analisis itu mari kita serahkan kepada penyidik untuk mengungkapkan.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul "Daftar Harta Jaksa Pinangki yang Diduga Hasil Pencucian Uang Djoko Tjandra, Apartemennya Saja Ada 2"
(*)