Diantaranya para pemulung itu adalah Domingos, pria berusia 61 tahun yang bekerja di TPA selama 6 bulan.
"Yang berharga adalah botol dan kaleng, Jika saya mengumpulkan banyak kaleng, saya bisa menjualnya seharga $ 1," katanya.
Bahkan, diantara pemulung itu terdapat anak-anak, termasuk seorang gadis berusia 8 tahun bernama Vanya.
Dia mengaku telah bekerja di sana sepanjang hidupnya.
"Saya suka di sini karena saya bisa bersama orang tua dan teman-teman saya," katanya.
Vanya mengaku bersekolah, tetapi ketika ditanya mengapa ia tidak pergi sekolah saat itu, ia tak menjawab.
Sementara itu, Bio seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, penuh dengan kotoran, juga mengatakan ia belajar "di sore hari".
Mengutip Aljazeera, pada saat itu, sebuah kaleng aerosol yang tersembunyi di tumpukan terbakar di belakang kedua anak itu meledak.
Ledakan kaleng aerosol mengeluarkan suara gemuruh yang menusuk telinga.
Saat tim reporter tersentak ketakutan, Bio dan Vanya justru hanya tersenyum.
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul: "Tempat Pembuangan Sampah di Timor Leste, Dulu Jadi Alasan Merdeka, Kini Jadi Lokasi Tur."
(*)
Source | : | Intisari Online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar