Menurut dia, pungutan itu bersifat donasi/infak, sehingga tidak wajib dan mengikat bagi para penerima BST.
Ia bilang, keputusan itu diambil bersama oleh para Ketua RT, RW, dan tokoh masyarakat sekitar.
"Itu (BST yang turun) tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Kita terima (BST untuk) sekitar 87 orang, sementara kebutuhan kita 185 orang. Sehingga banyak yang tidak mendapatkan," jelas Nurdin melalui video yang diterima Kompas.com pada Rabu (4/8/2021).
"Oleh sebab itu, banyak masyarakat tanya ke Pak RT, Pak RW, 'Gimana nih, saya kok enggak dapet? Yang lain dapet. Padahal kita sama-sama kondisinya sama lah'," ujarnya.
Nurdin beralasan, 185 warga itu sebetulnya sudah didaftarkan olehnya ke pihak kelurahan sebagai calon penerima BST lantaran kondisi keuangan mereka.
Namun, apa daya, yang diverifikasi dan diresmikan sebagai penerima BST hanya 87 orang itu.
"Banyak yang tidak mendapat bantuan sehingga ada rasa, boleh dibilang bukan cemburu sosial, tapi 'kok saya dibedain'. Mereka tidak paham bahwa yang turun kita cuma terima data Kantor Pos," kata Nurdin.
"Sehingga (infak) bisa jadi jalan keluar kita, agar masyarakat enggak datangi rumah kita terus. Walaupun besarnya tidak sama dengan yang menerima, mereka sudah dapat," lanjutnya.
Nurdin menegaskan bahwa "infak" ini sukarela.
Warga disebut dapat mengumpulkannya ke Ketua RT masing-masing yang akan mendistribusikannya ke warga lain.
"Kalau dia dekat tetangganya bisa langsung ke tetangganya," ujar Nurdin.
"Ada juga yang enggak ngasih ya enggak jadi masalah. Kalau ngasih ya kita terima, tidak ya tidak jadi masalah karena sifatnya infak," tutupnya.
(*)
Source | : | Kompas.com,kontan |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar