Find Us On Social Media :

Rekening Notaris yang Bantu Riri Khasmita Diblokir, Polisi Telusuri Aliran Dana Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir, 3 Pembeli Ikut Kena Getahnya

Nirina Zubir didampingi kuasa hukumnya saat ditemui di Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2021)

Gridhot.ID - Pihak kepolisian terus mengusut kasus mafia tanah yang merugikan keluarga Nirina Zubir.

Kasus penggelapan sertifikat tanah milik keluarga Nirina Zubir itu dilakukan mantan ART, Riri Khasmita.

Polda Metro Jaya menyebutkan 3 sertifikat tanah keluarga Nirina Zubir yang digelapkan Riri telah dijual.

Diberitakan Kompas.com, para pembelinya dipastikan bukan bagian dari kelompok mafia tanah.

Baca Juga: Kakak Nirina Zubir Dipolisikan Balik, Riri Khasmita Ngaku Disekap, Istri Ernest Coklat Punya Bukti Ini untuk Tepis Tuduhan Tersangka Mafia Tanah

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan menjelaskan, penyidik sudah memeriksa pembeli 3 sertifikat tanah yang sudah dibaliknamakan dan dijual ke orang lain oleh para tersangka.

Dari situ, penyidik mendapatkan keterangan bahwa para pembeli membayar tanah dengan harga normal, bahkan di atas nilai jual obyek pajak (NJOP).

"Jadi untuk pembeli sudah diperiksa. Pembeli membeli dengan harga normal atau NJOP," ujar Zulpan kepada wartawan, Senin (6/12/2021).

Kepada penyidik, kata Zulpan, para pembeli mengaku membayar Rp 6 juta per meter untuk membeli tanah milik keluarga Nirina yang telah dirampas oleh Riri.

Baca Juga: Tak Hanya Tilep Aset Majikan 17 Miliar, Mafia Tanah Nirina Zubir Juga Tipu Warga Lampung, Korban Riri Khasmita Beberkan Kisah Mencengangkan

Menurut Zulpan, para pembeli justru menjadi korban penipuan karena tak mengetahui tanah yang dibeli merupakan hasil penggelapan.

"Mereka beli dengan harga normal atau NJOP. Jadi NJOP itu per meter Rp 5,8 juta, dan pembeli membeli Rp 6 juta per meter," kata Zulpan.

"Jadi tak ada kaitannya dengan mafia tanah ini yang bekerja sama antara tersangka Riri dan suaminya serta para notaris. Mereka murni pembeli biasa," pungkasnya.

Baca Juga: Hidup Mewah Hasil Garong Aset Majikan, Riri Khasmita Jual Sertifikat Tanah Ibunda Nirina Zubir Dibantu Sosok Ini, Modus ART Diungkap Polisi

Adapun polisi telah menahan seluruh tersangka kasus mafia tanah yang merugikan keluarga Nirina senilai Rp 17 miliar.

Tiga tersangka pertama yakni Riri dan suaminya yang bernama Erdianto, serta seorang notaris bernama Farida.

Mereka resmi ditahan sejak ditetapkan tersangka pada 17 November 2021.

Dua tersangka lainnya merupakan notaris pejabat pembuat akta tanah (PPAT) bernama Ina Rosiana dan Erwin Ridwan.

Baca Juga: Bayar Pengacara Saja Tak Mampu, Inilah Sosok Freddy Kusnadi yang Berseteru dengan Dino Patti Djalal Soal Mafia Tanah, Kuasa Hukum: Hancur Dia, Tidak Punya Duit

Penyidik dari Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah memblokir rekening tersangka, Faridah.

Selanjutnya, polisi menelusuri aliran dana ketiga tersangka yang ditahan terkait proses peralihan dan penggunaan dana hasil perampasan aset tanah yang sudah beralih kepemilikan itu.

"Untuk tersangka Riri, suaminya (Endrianto), Faridah sudah kami blokir rekeningnya. Ini untuk mengusut sekaligus menganalisis peralihan kepemilikan aset yang mereka jual dan aliran dana hasil penjualan itu," kata Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Petrus Silalahi saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (19/11/2021).

Dua tersangka lain, Ina Rosaina dan Erwin Riduan juga akan dilakukan upaya pemblokiran rekening.

Baca Juga: Tanah Milik Keluarga Nirina Zubir yang Digarong Riri Khasmita Kini Sudah Bertuan, Polisi Sebut Pembelinya Terancam Ikut Jadi Korban: Haknya Hilang Juga

"Masih ada dua lainnya yang akan dilakukan pemblokiran rekening kepada yang sudah kita dalami. Setelah penyidik pelajari dan keduanya diperiksa pada Senin depan baru kita akan lakukan upaya tersebut," katanya.

Petrus beralasan pemblokiran rekening kelima tersangka penting dilakukan dalam penyelidikan kasus mafia tanah ini.

Hal itu sebagai upaya untuk pencegahan agar tidak ada lagi transaksi terkait aset yang berpindah tangan dan pemulihan hak korban apabila sudah ada putusan dari pengadilan.

"Aliran dananya itu pasti kita blokir, itu perlu dilakukan dengan tujuan mengamankan bukti transaksi atas kasus ini. Selain itu pemblokiran juga berperan pada saat putusan hakim nanti dan pemulihan hak korban sesuai nilai kerugiannya," tandas Petrus.

(*)