Gridhot.ID -Sosok aparat penegak hukum yang diduga menghapus chat di ponsel milik saksi R dalam kasus Jaksa Pinangki masih misterius.
Kejaksaan Agung mengaku tidak mengetahui informasi soal penegak hukum yang diduga hapus barang bukti pesan di ponsel saksi R.
Informasi itu pertama kali diungkap oleh Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Namun, Boyamin enggan membeberkan lebih lanjut sosok yang diduga menghapus pesan tersebut.
"Baru dengar saya. Itu menyampaikannya kapan?" kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda JAM Pidsus Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah, Minggu (18/10/2020).
Febrie juga tidak mengetahuisosok penegak hukum yang diduga menghapus barang bukti itu merupakan suami Pinangki, AKBP Yogi Yusuf Napitupulu.
"Belum ada, kita lihat nanti perkembangan itu, khususnya terkait persidangan," ujarnya.
Hingga saat ini, penyidik belum bisa memutuskan apakah membuat penyelidikan baru terkait informasi tersebut atau tidak.
Penyidik masih fokus dalam pelimpahan berkas tahap kedua berkas Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra terkait kasus Pinangki.
Sebelumnya, MAKI menyebut ada seseorang yang menghapus barang bukti pesan di ponsel milik saksi berinisial R.
Boyamin mengatakan, orang yang menghapus percakapan di ponsel milik R, diduga kuat merupakan penegak hukum yang dekat dengan Pinangki.
Menurut Boyamin, oknum penegak hukum yang terkait Pinangki itu meminta atau meminjam ponsel milik R.
Saat itulah, pelaku menghapus barang bukti percakapan di ponsel milik R.
"Saya dapat informasi, ada penghapusan chat di HP milik R. Yang hapus oknum penegak hukum yang terkait PSM," kata Boyamin saat dihubungi, Kamis (15/10/2020).
Boyamin mengatakan, bukti percakapan pesan di ponsel yang dihapus terkait perjalanan Pinangki ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Ketika itu, Pinangki menemui Djoko Tjandra untuk membicarakan proposal kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
"Oknum jaksa PSM berangkat ke Kuala Lumpur sampai dua kali, dan berkomunikasi dengan orang dan yang minta diantar segala macam."
"Selama proses yang berlarut-larut ini, ada upaya menghilangkan jejak digital dari salah satu alat komunikasi dari saksi," jelasnya.
Lebih lanjut, Boyamin mengharapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut adanya dugaan penghapusan barang bukti tersebut.
Sebab, oknum yang diduga menghapus dan menghilangkan alat bukti itu bisa dikenakan tindak pidana.
"Saya minta pada Kejaksaan Agung untuk mengenakan pasal menghilangkan barang bukti. Atau menghalangi penyidikan terhadap orang yang menghapus jejak komunikasi yang ada di saksi R tersebut," paparnya.
Sebelumnya, Pinangki menyelipkan nama Jaksa Agung ST Burhanuddin dan eks Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dalam rencana aksinya.
Action plan itu untuk mengurus permintaan fatwa MA atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Pada 25 November 2019, terdakwa bersama-sama dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya menemui Joko Soegiarto Tjandra."
"Di The Exchange 106 Kuala Lumpur," kata jaksa penuntut umum (JPU) Kemas Roni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/9/2020).
Dalam pertemuan itu, Roni mengatakan, terdakwa dan Andi menyerahkan dan menjelaskan rencana aksi yang akan diajukan Djoko Tjandra untuk mengurus kepulangan dengan menggunakan sarana fatwa MA melalui Kejagung.
Action plan pertama adalah penandatangan akta kuasa jual sebagai jaminan, bila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi dan akan dilaksanakan pada 13- 23 Febuari 2020.
Penanggung jawab adalah Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya.
Action plan kedua, pengiriman surat dari pengacara kepada pejabat Kejaksaan Agung Burhanuddin (BR).
Yaitu, surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA, yang akan dilaksanakan pada 24-25 Februari 2020.
Burhanuddin yang dimaksud adalah Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Action plan ketiga adalah Burhanuddin mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA Hatta Ali (HA).
Pelaksanaan dilakukan pada 26 Februari-1 Maret 2020, dengan penanggung jawab Andi dan Pinangki.
Hatta Ali masih menjabat Ketua MA pada Maret 2020.
Action plan keempat adalah pembayaran 25 persen fee sebesar 250 ribu dolar AS atau sekira Rp 3,75 miliar, dari total fee 1 juta dolar AS atau sekira Rp 14,85 miliar.
Jumlah itu telah dibayar uang mukanya sebesar 500 ribu dolar AS atau sekira Rp 7,425 miliar, dengan penanggung jawab adalah Djoko Tjandra, yang akan dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.
Action plan kelima adalah pembayaran konsultan fee media kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS atau sekira Rp 7,425 miliar, untuk mengondisikan media dengan penanggung jawab Djoko Tjandra, yang akan dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.
Action plan keenam, pejabat MA Hatta Ali menjawab surat pejabat Kejagung Burhanuddin.
Penanggung jawabnya adalah Hatta Ali atau DK (belum diketahui) atau AK (Anita Kolopaking), yang akan dilaksanakan pada 6-16 Maret 2020.
Action plan ketujuh adalah pejabat Kejagung Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali, yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanaan fatwa MA.
Penanggung jawaab adalah IF (belum diketahui)/P (Pinangki) yang akan dilaksanakan pada 16-26 Maret 2020.
Action plan kedelapan adalah security deposit cair, yaitu sebesar 10.000 dolar AS.
Maksudnya, Djoko Tjandra akan membayar uang tersebut bila action plan kedua , ketiga, keenam dan ketujuh berhasil dilaksanakan.
Penanggung jawabnya adalah Djoko Tjandra, yang akan dilaksanakan pada 26 Maret - 5 April 2020.
Action plan kesembilan adalah Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun.
Penanggung jawab adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Joko Tjandra yang dilaksanakan pada April-Mei 2020.
Action plan ke-10 adalah pembayaran fee 25 persen, yaitu 250 ribu dolar AS sebagai pelunasan atas kekurangan pemeriksaan fee terhadap Pinangki, bila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia seperti action plan kesembilan.
Penanggung jawab adalah Djoko Tjandra, yang akan dilaksanakan pada Mei-Juni 2020.
"Atas kesepakatan action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana. Padahal, Djoko Tjandra telah memberikan uang muka sebesar 500.000 dolar AS."
"Sehingga Djoko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan rencana aksi. Dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dengan tulisan tangan 'NO'."
"Kecuali pada aksi ke-7 dengan tulisan tangan 'bayar nomor 4,5' dan 'action' ke-9 dengan tulisan 'bayar 10 M' yaitu bonus kepada terdakwa bila Djoko kembali ke Indonesia," ungkap jaksa.
Atas perbuatannya, Pinangki didakwa berdasarkan 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 11 UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Isinya, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang, pasal percobaan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul: "Chat di Handphone Saksi Kasus Jaksa Pinangki Diduga Dihapus, Dirdik Jampidsus: Baru Dengar Saya."
(*)