Gridhot.ID - Beredar video yang diduga Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso bocorkan vonis Ferdy Sambo.
Wahyu Iman Santoso merupakan Ketua Majelis Hakim yang mengadili Ferdy Sambo dkk dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Pengacara keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak, menilai viralnya video yang diduga Hakim Wahyu Iman Santoso membahas kasus Ferdy Sambo, sebagai tanda mafia ada di mana-mana.
"Itu menandakan bahwa mafia itu ada di mana-mana, jadi perpanjangan tangan mafia ya ataupun perpanjangan tangan orang-orang jahat, itu ada di mana-mana. Jadi kita harus selalu waspada ya, jadi ancaman mafia dan gengnya itu nyata," ucap Martin kepada KOMPAS TV, Jumat (6/1/2023).
Dia mengatakan, sepatutnya asas praduga tak bersalah atau presumption of innocence, dikedepankan.
Kata Martin, dalam video viral yang diduga menampilkan Hakim Wahyu itu, tidak dibahas hal-hal aneh.
"Kalau kita berbicara mengenai keyakinan hakim, kita perlu bertanya lagi, telepon itu kapan yang direkam? Apakah pada saat sebelum persidangan dimulai, di awal, atau pada saat persidangan sudah dalam fase pembuktian yaitu pada saat pasca pemeriksaan ahli dan saksi?" ujar Martin.
"Kalau sudah seperti yang disampaikan tadi maka wajar saja kalau hakim sudah memiliki keyakinan."
Terlepas dari hal-hal tersebut, Martin menambahkan, jika benar itu Hakim Wahyu, perlu dicari siapa penyebar videonya.
"Kalau pembicaraan privat itu sifatnya kan bukan dia mau supaya orang-orang tahu gitu pembicaraan tersebut, jadi tidak bisa dianggap itu sesuatu hal yang buruk, justru yang buruk itu yang merekam dan mempublikasikan ke khalayak ramai ya, kita harus bijak melihat ini semua," kata Martin.
Dalam keterangannya, Martin pun meminta penegak hukum untuk segera mencari orang yang menyebarluaskan dan merekam video tersebut.
"Ditanyakan gitu apa maksud dan tujuannya, karena berdasarkan undang-undang ITE tahun 2016 pasal 26, 32, dan 48 perbuatan tersebut, merekam dan mempublikasikan video tanpa seizin pemilik ataupun orang yang direkam itu merupakan perbuatan melawan hukum pidana maupun perbuatan melawan hukum perdata," ujarnya.
"Jadi kita serahkan semua kepada Komisi Yudisial biarlah mereka yang menelusuri ya dan menindak secara etik kalau memang ada pelanggaran etik."
Diberitakan sebelumnya, dalam video yang beredar luas itu, orang yang diduga Hakim Wahyu duduk di sofa sambil menerima telepon dan menceritakan soal kasus Ferdy Sambo.
Orang itu mengenakan baju batik, celana abu-abu, dan sepatu hitam.
Setelah itu, terlihat dia melanjutkan diskusi dengan seorang wanita di depannya. Namun, belum diketahui siapa sosok wanita itu.
"Bukan, masalahnya dia enggak masuk akal banget dia nembak pakai pistol Josua. Tapi enggak apa-apa, sah-sah saja. Saya enggak akan pressure dia harus ngaku, saya enggak butuh pengakuan," ujar pria yang diduga Hakim Wahyu.
Pria itu juga mengaku tidak membutuhkan pengakuan dari terdakwa Ferdy Sambo untuk memutus perkara ini.
"Saya enggak butuh pengakuan. Kita bisa menilai sendiri. Silakan saja, saya bilang, mau buat kayak begitu. Kemarin tuh sebenarnya mulut saya sudah gatel, tapi saya diemin saja," katanya.
PN Jaksel Bantah Hakim Wahyu Bocorkan Vonis Ferdy Sambo
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan membantah narasi yang menyebutkan bahwa Hakim Wahyu membocorkan vonis Ferdy Sambo.
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto menilai, narasi perihal vonis terhadap mantan Kadiv Propam Polri yang telah disiapkan Majelis Hakim merupakan framing untuk kepentingan tertentu.
"Di sana kan ada framing itu, ada framing, ada narasi bahwa ada membocorkan. Itu tidak benar, masih pemeriksaan kok," tegas Djuyamto saat ditemui Kompas.com di PN Jakarta Selatan, Jumat (6/1/2023).
"Putusan belum, tuntutan juga belum, apanya yang mau dibocorkan. Jadi di sana pernyataan beliau di dalam potongan," ucapnya.
Menurut Djuyamto, pernyataan pria yang diduga Hakim Wahyu itu hanya penjelasan hukuman secara normatif berdasarkan Pasal yang disangkakan.
"Normatif bahwa yang namanya perkara 340 (pembunuhan berencana) itu bisa saja pidana mati, bisa saja seumur hidup, bisa saja 20 tahun, kan sesuai dengan ketetapan Undang-Undang," kata Djuyamto.
"Apa yang disampaikan beliau itu tidak ada dalam konteks untuk membocorkan, apanya yang dibocorkan? Putusan saja belum, tuntutan saja belum," ujar Djuyamto yang juga Hakim Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat itu.
(*)
Source | : | Kompas.com,Kompas TV |
Penulis | : | Candra Mega Sari |
Editor | : | Candra Mega Sari |
Komentar