GridHot.ID - Krisis ekonomi pada masyarakat kala pandemi corona terus meningkat.
Dalam upaya membantu masyarakat, Pemerintah terus berusaha menggelontorkan bantuan sosial (bansos).
Melalui Kementerian Sosial, Pemerintah akan menyalurkan tiga jenis Bansos, mulai Senin (4/1/2020).
Diharapkan dengan bansos tersebut, bisa meringankan beban masyarakat yang terdampak virus corona.
Dikutip dari Kompas.com, Direktur Jenderal Penanganan Fakis Miskin (PFM) Kemensos Asep Sasa Purnama mengatakan, acara penyaluran bansos 2021 akan dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
"Insya Allah, akan ada Acara Penyaluran Bansos 2021 oleh Bapak Presiden tanggal 4 Januari 2021 pukul 14.00 WIB di Istana Presiden. Saat ini kami tengah persiapan untuk acara tersebut," kata Asep saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/1/2021) pagi.
Apa saja tiga bansos yang akan disalurkan besok? Tiga bansos itu adalah: Program Keluarga Harapan (PKH) Program sembako Bantuan Sosial Tunai (BST).
Total, ada sekitar 38,8 juta penerima tiga bantuan itu. "Kalau PKH 10 juta KPM, Program Sembako/BPNT sebanyak 18.8 juta KPM, dan BST 10 juta KPM," jelas dia.
Mekanisme penyaluran Asep mengatakan, proses penyaluran PKH dan program sembako akan dilakukan oleh Himbara melalui rekening, sementara BST akan disalurkan ke KPM melalui mekanisme pos.
Untuk PKH, akan menyasar sejumlah kelompok seperti keluarga yang di dalamnya terdapat ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, penyandang disabilitas, hingga lanjut usia.
Bantuan ini diberikan dalam empat tahap selama satu tahun, yakni Januari, April, Juli dan Oktober.
Sementara, penerima program sembako akan mendapatkan bantuan senilai Rp 200.000 dan disalurkan mulai Januari hingga Desember 2021.
Khusus bagi warga Jabodetabek yang semula menerima bantuan sembako, mulai 2021 tidak akan lagi menerima bantuan yang sama dan diganti dengan bantuan tunai langsung.
Untuk program bantuan sosial tunai, setiap penerima bantuan sosial tunai akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 300.000 yang diberikan selama empat bulan berturut-turut, terhitung sejak Januari hingga April 2021.
Tak gunakan bansos untuk beli rokok
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengingatkan seluruh penerima bantuan agar tidak menggunakan uang bansos untuk membeli rokok.
Hal itu merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi.
Jika ada penerima bantuan yang kedapatan membeli rokok menggunakan uang bansos, maka pemerintah tak segan untuk melakukan evaluasi.
"Kami akan bicarakan, kalau itu mekanisme itu terjadi, maka kami akan melakukan evaluasi untuk penerima bantuan. Karena sekali lagi jangan sampai bantuan ini untuk kesehatan namun kemudian ada masalah karena digunakan untuk rokok," kata Risma.
Terkait hal ini, lanjut Risma, pihaknya akan menyiapkan alat untuk dapat mengetahui pembelanjaan penerima bantuan dari uang bansos.
"Kita berharap sekali lagi karena itu akan berpengaruh terhadap rencana-rencana yang sudah dilakukan oleh pemerintah jangan kemudian karena beli rokok dan kemudian menjadi sakit," kata dia.
Sejumlah Tarif Naik
Sejumlah tarif di tahun 2021 akan naik.
Kebijakan kenaikan sejumlah tarif itu tetap akan dilakukan meskipun saat ini masa pandemi virus corona.
Di mana hampir seluruh masyarakat terdampak akibat pandemi virus corona.
Dampak yang paling besar adalah dari segi perekonomin keluarga.
Yaitu banyaknya warga yang mengalami pemotongan gaji, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga menurunnya pendapatan dan bertambahnya utang.
Meskipun saat ini pemerintah telah turun tangan dengan memberikan beberapa bantuan sosial (bansos).
Berikut daftar sejumlah tarif yang akan naik di Tahun 2021:
BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2021 menaikkan tarif iuran untuk peserta kelas III.
Di mana kenaikan Iuran BPJS Kesehatan itu diatur dalam Perpres Nomor 64 tahun 2020.
Menurut Perpres Nomor 64 tahun 2020 yang dikeluarkan pertengahan tahun ini, ada selisih antara yang dibayarkan pada 2020 dan 2021.
Dikutip dari Kompas.com, iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas 3 pada tahun 2020 sebesar Rp 25.500, sementara pada 2021 tarif BPJS Kesehatan untuk kelas 3 menjadi Rp 35.000.
Besaran iuran BPJS Kesehatan pada bulan Juli-Desember 2020 adalah:
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1: Rp 150.000
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas 2: Rp 100.000
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas 3: Rp 25.500
Akan tetapi, peserta hanya membayar 25.500 karena sebanyak Rp 16.500 telah dibayarkan atau diberi bantuan oleh pemerintah.
Sementara itu, besaran iuran BPJS Kesehatan pada 2021 adalah sebagai berikut:
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1: Rp 150.000
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas 2: Rp 100.000
- Iuran BPJS Kesehatan Kelas 3: Rp 35.000
Hal itu disampaikan saat dihubungi Kompas.com pada 16 Desember 2020. Pada 2021, iuran peserta BPJS Kesehatan kelas 3 sebenarnya adalah Rp 42.000. Akan tetapi, peserta hanya membayar Rp 35.000, karena mendapat bantuan pemerintah sebesar Rp 7.000.
Berikut ini rincian iuran BPJS Kesehatan selengkapnya, dilansir laman BPJS Kesehatan:
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Untuk kategori ini iuran dibayar oleh pemerintah.
2. PPU di lembaga pemerintahan
Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada lembaga pemerintahan terdiri atas:
- Pegawai Negeri Sipil
- anggota TNI
- anggota Polri
- pejabat negara pegawai pemerintah
- non pegawai negeri
Adapun ketentuannya 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
3. PPU di BUMN, BUMD dan Swasta
Iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan.
Ketentuannya 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
4. Keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah
Sementara itu iuran peserta BPJS Kesehatan untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan. Iuran dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran peserta mandiri Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lain-lain); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja terbagi atas 3 kelas.
Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1: Rp 150.000Iuran BPJS Kesehatan Kelas 2: Rp 100.000Iuran BPJS Kesehatan Kelas 3: Rp 35.000 6. Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan keluarga
Sementara itu bagi veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iuran peserta BPJS Kesehatan ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun. Iuran ini dibayar oleh Pemerintah.
Bea Materai
DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bea Materai menjadi Undang-Undang.
Undang-Undang tersebut merevisi UU nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986 dan sudah berumur kurang lebih 35 tahun.
Pengesahan diambil melalui Rapat Paripurna DPR yang digelar secara fisik dan virtual, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2020).
Rapat dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani dan dihadiri 76 orang secara fisik dan 295 anggota secara virtual.
Awalnya, Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto menyampaikan laporan pembahasan RUU Bea Materai.
Dito melaporkan, dari rapat terakhir antara Komisi XI dengan Kementerian Keuangan, terdapat delapan fraksi yang menyetujui RUU ini menjadi UU.
Sebanyak delapan fraksi itu adalah Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP.
"Sedangkan satu fraksi yaitu Fraksi PKS menolak hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Bea Meterai," kata Dito.
Setelah Dito menyampaikan laporannya, Puan meminta persetujuan apakah RUU Bea Materai dapat disahkan menjadi UU.
Meski ada satu fraksi yang menolak, mayoritas fraksi menghendaki pengesahan tersebut.
"Kami menanyakan kepada 9 fraksi. Apakah rancangan undang-undang bea materai dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan.
"Setuju," jawab peserta rapat.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakili pemerintah menyampaikan, hadirnya UU Bea Materai yang baru menjawab tantangan kebutuhan penerimaan negara yang meningkat serta perkembangan situasi dan kondisi yang ada di dalam masyarakat.
"Oleh karena itu untuk menjawab dan menyesuaikan dengan perkembangan tersebut serta mengantisipasi tantangan perubahan teknologi di masa yang akan datang pemerintah memandang perlu untuk melakukan pergantian undang-undang bea materai di dalam rangka melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pengenaan bea materai, dengan tetap berpegang pada asas kesederhanaan efisiensi keadilan kepastian hukum dan kemanfaatan," kata Sri Mulyani.
Adapun, UU baru ini antara lain memuat pengaturan perluasan objek Materai, penyesuaian tarif, batas nilai nominal dokumen yang dikenai Bea Meterai, juga pengaturan penggunaan meterai elektronik dan meterai bentuk lain selain meterai tempel.
"Undang-Undang tentang Bea Meterai ini direncanakan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2021 sehingga terdapat cukup waktu untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat," ujarnya.
Masih Bisa Digunakan
Materai dengan nilai Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih bisa digunakan hingga 31 Desember 2021. Demikian diungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo.
Disebutkan, pemerintah telah menetapkan tarif tunggal bea meterai sebesar Rp 10.000 per meterai mulai 1 Januari 2021. Namun, mengingat masih banyak meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 yang beredar di pasaran, pemerintah memberikan relaksasi.
Masa relaksasi selama satu tahun. Artinya sampai dengan 31 Desember 2021. “Jadi ada transisi menghabiskan stok bea meterai yang belum terpakai kita beri ruang. Di sisi lain karena meterai sudah dicetak dan sebagian sudah beredar ini yang kita gunakan jadi kita transisikan,” kata Suryo dalam konferensi pers, Rabu (30/9/2020).
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kemenkeu Arif Yanuar menjelaskan, jadi ada dua metode penggunakan meterai lama di tahun depan. Pertama, menempel meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dalam satu dokumen. Kedua, menempelkan dua meterai Rp 6.000 dalam satu dokumen.
“Masa transisi ini, meterai yang masih tersedia Rp 3.000 dan Rp 6.000 masih bisa digunakan untuk satu tahun ke depan dengan cara memateraikan dalam dokumen minimal nominal Rp 9.000,” kata Arif.
Nah, dokumen yang menggunakan relaksasi tersebut yakni dokumen yang memiliki nilai di atas Rp 5 juta. Hal ini sebagaimana menginduk dalam Undang-Undang (UU) Bea Meterai yang sudah diundangkan oleh DPR RI, Selasa (29/9/2020).
Cukai Rokok
Pemerintah sudah menetapkan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 1 Februari 2021.
Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Konferensi Pers Kebijakan Cukai Rokok, Kamis (10/12/2020).
Dilansir setkab.go.id, Sri Mulyani menyebut kenaikan cukai rokok meliputi industri Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan 1 akan dinaikkan sebesar 18,4 persen.
Kemudian SPM golongan 2A dinaikkan 16,5 persen. SPM golongan 2B dinaikkan 18,1 persen.
Sementara itu, Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan 1 dinaikkan 16,9 persen. SKM golongan 2A dinaikkan 13,8 persen.
SKM golongan 2B dinaikkan 15,4 persen.
Sedangkan untuk industri Sigaret Kretek Tangan tarif cukainya tidak berubah atau kenaikannya nol persen.
Sri Mulyani menyebut kenaikan ini merupakan komitmen pemerintah menyeimbangkan dan mengendalikan konsumsi dari produk hasil tembakau.
“Dengan format kebijakan tersebut, maka hasil yang diharapkan dari kebijakan ini adalah dari sisi kesehatan," ungkap Sri Mulyani.
"Kenaikan dari CHT diharapkan akan mengendalikan konsumsi rokok, menurunkan prevalensi merokok terutama pada anak-anak dan perempuan,” imbuhnya.
Adanya kebijakan menaikkan tarif CHT nantinya, pemerintah menargetkan sumbangan penerimaan melalui cukai dalam APBN 2021 sebesar Rp 173,78 triliun
Oleh karena itu, pemerintah akan menyesuaikan kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) Tahun 2021.
Penyesuaian ini untuk meredam dan memberikan dukungan kepada pihak yang terdampak akibat kenaikan CHT.
Kebijakan DBH CHT akan menyeimbangkan tiga aspek yaitu kesejahteraan masyarakat, kesehatan, dan penegakan hukum.
“Kita memberikan porsi 50 persen dari DBH CHT untuk tujuan peningkatan kesejahteraan sosial para petani dan buruh, 25 persen dari DBH CHT tahun 2021 tetap untuk aspek kesehatan, sedangkan 25 persen sisanya untuk penegakan hukum,” tegas Sri Mulyani.
Pada aspek kesejahteraan masyarakat, dukungan melalui program peningkatan kualitas bahan baku dan pembinaan lingkungan.
Program tersebut antara lain untuk peningkatan kualitas bahan baku bagi petani, melakukan diversifikasi tanaman termasuk melaksanakan pelatihan dalam peningkatan kualitas tembakau, dan mendorong program kemitraan antara petani tembakau dengan perusahaan mitranya.
Kemudian, memberikan bantuan langsung tunai (BLT) bagi buruh tani tembakau dan buruh rokok, serta pelatihan profesi dan bantuan modal usaha.
Selain aspek kesejahteraan masyarakat, aspek kesehatan juga menjadi prioritas pemerintah.
Pada aspek ini meliputi bantuan iuran jaminan kesehatan nasional bagi keluarga yang tidak mampu, peningkatan kesehatan masyarakat melalui berbagai kegiatan promotif, preventif, maupun rehabilitatif dan kuratif.
“DBH CHT pada bidang kesehatan juga untuk mengurangi prevalensi stunting, upaya penanganan pandemi COVID-19, dan untuk pengadaan dan pemeliharaan prasarana kesehatan dan layanan kesehatan lainnya,” kata Menkeu.
DBH CHT pada aspek penegakan hukum digunakan untuk mencegah dan menindak produksi rokok ilegal termasuk membangun kawasan atau lingkungan sentra industri hasil tembakau.
Dengan adanya kawasan ini, diharapkan usaha kecil bisa terlindungi dan pengawasan terhadap produksi rokok ilegal dapat dijalankan secara lebih baik atau efektif.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Jokowi akan Salurkan Tiga Bansos Mulai Senin Besok, Apa Saja?
(*)